Translate

cerpen sepeda kuneng untuk imah

Written By iqbal_editing on Sabtu, 06 Mei 2017 | 22.47

Pagi-pagi sekali, aku sudah bangun. Ini bukan kebiasaan. Tp, pagi yang spesial ini aku jaga dengan segenap kemampuan. Alarm hp, bahkan sugesti diri untuk bangun pagi sekali, aku lakukan. Termasuk membalik posisi bantal agar bertambah yakin bisa bangun pagi sekali.
Semua ini karena Imah. Fatimah. Begitu nama lengkapnya. Nama ini aku dapat di lembar pendaftaran acara sepeda santai Aceh Go Bike yang dibuat oleh Golkar Aceh.
Awalnya, hanya ingin bersepeda santai. Sekedar ikut trend. syukur-syukur dapat hadiah. Lumayan berpeluang. Kali ini, Golkar menyediakan banyak hadiah. Jadi, tidak rugi ikut. Dan aku pun mendaftar.
Saat itulah aku bertemu sosok yang menyebut namanya Imah. Gadis manis berhijab. Sorot matanya lembut saat menyebut namanya. Senyumnya melegakan kala aku meminjam pulpennya untuk menulis nama di lembar pendaftaran.
“Kamu ikut juga? Sendirian saja? Mana teman yang lain? Kamu, masih kuliah? Atau…”
Ini bukan kebiasaan. Aku begitu lancar dan bersemangat menginterogasi gadis manis. Biasanya, jantungku, langsung berdebar saat dekat dengan perempuan, dan mulutku langsung terkatub setiap kali ingin berbincang.
Tapi, Imah beda. Aura penampilannya membuatku menjadi lelaki yang komunikatif. Persis kayak politisi yang baru terpilih jadi kepala daerah. Lancar berkomunikasi dan amat ramah di awal mula pertemuan.
“Ha..ha.. ” Aku jadi tersenyum sendiri. Apa hubungannya dengan politisi dan pejabat? Jangan-jangan ini karena ada kaitannya dengan acara sepeda santai yang kebetulan dibuat oleh Golkar.
Aku segera menepis praduga. Aku kira, siapapun bebas membuat acara dan sejauh itu bermanfaat bagi orang banyak maka wajar-wajar saja. “Lebih baguskan jika ada banyak kegiatan positif yang digelar oleh partai politik. Jangan cuma mau kekuasaan saja tapi untuk orang banyak tidak ada perhatian sama sekali. Kalau pun ada maka itu hanya terjadi di masa kampanye belaka.”
“Ya…” Aku disergap sadar. Otakku diliputi cairan aktivisme. Sebagai aktivis ya aku harus kritis dengan keadaan kekinian Aceh. Tapi, pagi ini aku benar-benar bukan aktivis. Aku lelaki tulen yang sedang diliputi rasa yang tidak bisa aku jelaskan. Hatiku, pikiranku dipenuhi dengan satu nama.
Nama yang membuatku bangun pagi-pagi sekali. Padahal, jadwal Aceh Go Bike baru dimulai pukul 07.00 WIB. Nama yang membuat aku lupa pada hadiah yang banyak. Nama yang membuatku tidak lagi menghayati makna penting bersepeda santai.
Jikapun ada maka yang aku ingat cuma ungkapan Imah soal kebajikan bersepeda. Buat dia, bersepeda bukan soal hadiah. Ini soal silahturahmi. Memperbanyak sahabat sambil berolahraga. Bagi Imah, kegiatan bersepeda santai bersama-sama bisa memecah kebekuan antar individu-individu yang muncul karena ragam perbedaan. Dengan bersepeda santai, semangat kebersamaan dapat kembali di raih.
Itu kata Imah. Sangat Indah, meski sudah berulangkali aku mendengar dari pihak lain. Tapi, kala meluncur dari pemilik argumen, Imah maka keindahannya jadi berlipat-lipat. Bukan itu saja. Gerak bibirnya itu?! Duh, indahnya.
Singkat cerita, aku menjadi orang pertama hadir di area Car Free Day, lokasi awal start Aceh Go Bike. Dan Imah belum kelihatan.
Imah juga belum muncul meski acara start akan segera dimulai, dan akhirnya Imah memang tidak muncul bahkan hingga finish tiba di komplek Stadion Harapan Bangsa.
Sudah pasti semangatku pupus. Bahkan, ketika undian dicabut. Aku juga tidak peduli saat namaku dipanggil sebagai peserta yang mendapat hadiah sepeda, hingga seseorang menepuk bahuku.
“Bang, itu namanya dipanggil. Kesana, ambil hadiahnya. Lumayankan, walau cuma sepeda.”
“Imahhhhh…kamu kemana saja. Kenapa tidak ikut. Mengapa? Kenapa? Ada apa?”
“Sssttt… Abang ambil dulu hadiahnya. Nanti Imah cerita…”
Semangatku pulih, walau tidak seratus persen. Soalnya aku tidak mendayung sepeda bersama Imah. Tapi, kehadirannya membuatku lega. Dan akupun menghampirinya usai menerima hadiah sepeda berwarna kuning.
“Ini, Imah. Ambil untukmu, sepeda ini. Jangan tolak ya. Ini iklas aku kasih, tanpa embel-embel kayak politisi. Ciusss…”
Duh, manisnya senyum Imah. Dan matanya berkaca-kaca, apalagi saat ia menceritakan soal sepedanya yang hilang di malam hari. Itulah kenapa dia tidak bisa ikut serta.
“Bang, terimakasih sepeda kunengnya ya.” [RR]

0 komentar:

Posting Komentar

 
berita unik