Bola Basket dan Persahabatanku - Abineri #Cerpen
Pada suatu hari, usai
pulang sekolah, kami berkumpul di halaman sekolah. Di samping saya ada Bevi,
Bayu, Zidane, dan lain-lain. Tetapi, adik saya, Albany, tidak turut serta dalam
percakapan tersebut. Dengan sebab yang saya lupa, Albany telah pulang terlebih
dahulu. Di tengah-tengah percakapan itu, tiba-tiba Bevi bertanya kepada saya:
“Abineri, sebenernya, lo itu orang mana?” “Sebenernya, gue itu orang Palembang
Bev,” jawab saya. yang lain tidak turut serta berbicara. Mereka hanya mendengar saja. Sementara udara
semakin panas. Anehnya, walau suasana panas sekali, tak seorang pun ada yang
haus atau berusaha membeli minuman. Mungkin,
rasa haus itu hilang karena keakraban kami semua.
Di tengah percakapan itu,
tiba-tiba salah satu dari kami berdiri sambil berkata: “Woy! Gue pulang dulu.
Takutnya dicariin sama ibu gue.” Yang beranjak itu adalah Zidane. Kami tidak
tahu apakah alasan ‘dicari ibu gue’ itu benar atau salah. Tetapi, saya tak mau
ambil pusing tentang itu.
Kami hanya menjawab: “Oh, iya Zidane, tidak apa-apa.” Setelah itu, Zidane
berlalu dari kami semua. Bayangannya pun sudah menghilang dari pandangan.
Kisah ini adalah kejadian
3 tahun lalu yang masih saya ingat sampai sekarang. Dan persahabatan kami
bertahan hingga kini.
Saya tidak tahu kenapa. Tapi akhir-akhir ini
kami semakin
dekat satu sama lain karena olahraga basket.
Basket adalah olahraga yang sangat saya gemari. Sebelumnya, saya
menggemari olahraga pingpong, renang, futsal, sepak bola, dan lain-lain.
Mengapa saya pindah kepada olahraga basket? Mungkin karena saya tidak berbakat dengan
olahraga-olahraga yang sebelumnya saya gemari. Saya ingat, pertama kali bermain
basket pada akhir 2013. Pada saat itu, saya dan kawan-kawan sangat bersemangat,
hingga rela bermain di bawah sengatan terik matahari.
Setelah kira-kira 1 jam,
kami pun beristirahat di bawah pohon yang sangat besar dan rindang. Cuaca yang
panas sebelumnya, berubah mendung. Perubahan cuaca ini mendorong Bayu beranjak
pulang. “Teman-teman,” Kata Bayu. “Gue pulang dulu ya, Sudah mendung, takutnya
hujan.” Namun, tak seorang pun ada yang
menjawab. Kelelahan yang menjadi penyebabnya, mungkin. Namun, dengan nafas
masih terengah-engah, saya menjawab juga. “Oh iya Bayu, kami beristirahat dulu
di sini. Lo pulang duluan juga tidak apa-apa.” Akhirnya, Bayu pun pulang dengan
baju yang basah dengan keringat, sambil menunggangi sepedanya yang berwarna
merah, yang kurang lebih sudah berumur 2 tahun itu.
Sekian menit kemudian,
dengan berjalan kaki kami pun pulang ke rumah masing-masing. Sesampainya di
rumah, hujan turun membasahi genting-genting dan atap-atap rumah di kompleks saya. Untunglah, saya dan Albany,
adik saya, sudah sampai ke rumah.
Saya pun bergegas ke kamar dan mengganti pakaian yang basah karena keringat.
Pertanyaannya, mengapa
basket? Basket adalah olahraga yang digemari di Amerika Serikat. Tak heran jika
olahraga ini menjadi bisnis tersendiri negara Paman Sam itu. Sementara negara
di Eropa, Afrika, Asia lebih menggemari olahraga sepak bola. Olahraga basket
ini diciptakan Dr. James Naismith pada 1891. Ia adalah seorang guru di salah
satu sekolah di Amerika Serikat. Perlahan-lahan, olahraga ini menjadi sangat popular di
negeri Adi Daya ini. Berkat globalisasi,
olahraga basket menyebar ke seluruh dunia, termasuk Indonesia. Sebagai salah
satu anak Indonesia, saya turut menggemarinya. Adapun bukti dari adanya
pengaruh globalisasi
terhadap bola basket itu
adalah Running Text di
MetroTV pada tanggal 30 mei 2014, yang bertuliskan: “San Antonio Spurs akan
bertemu Miami Heat pada laga final NBA 2014 setelah menang 2-1 dari Oklahama
City Thunder.” Apa perlu Running text itu mengumumkan
pertandingan tersebut kalau bukan efek globalisasi basket? Ya, karena efek
globalisasi basket, Running Text itu
bisa mengumumkan pertandingan tersebut.
Setelah sekian lama
bermain basket, saya dan teman-teman serta tentunya adik saya, Albany, membuat
organisasi kecil dan bersahaja. Tujuannya adalah membeli bola basket yang baru.
Organisasi ini dibentuk atas inisiatif Bevi. Organisasi ini terdiri dari 4
orang, yaitu: Bevi (ketua), saya
(anggota), Albany (anggota), Bayu (bendahara). Kesepakatannya adalah patungan
sebesar Rp.2500/hari. Setelah kurang lebih 1 bulan, uang pun terkumpul
Rp.150.000. Sebenarnya, jumlah ini tidak cukup untuk membeli sebuah bola
basket. Untunglah, ibu Bayu berbaik hati menggenapkannya dengan menyumbang
Rp.50.000. Uang pun terkumpul Rp.200.000.
Setelah uang terkumpul,
kami bersepakat membeli bola basket yang baru. Waktu pembelian pun ditentukan:
Pukul 11 siang, sabtu, 15 maret 2014.
Tetapi, Bayu tidak ikut serta membeli bola basket. Alasannya adalah karena
ibunya belum pulang dari kantor. Dia berjanji menyusul saat ibunya sudah
pulang. Akhirnya, hanya kami bertiga saja yang pergi ke toko olahraga. Singkat
cerita, hanya dalam 15
menit saja kami bertiga sudah sampai di sana. Kami pun berpencar untuk memilih
bola yang bagus, karena di sana sangat banyak sekali pilihan bola basket. Tak
tanggung-tanggung, kami bersepakat membeli bola basket ber-merk Spalding seharga Rp.210.000. Namun, uang Rp.200.000
yang kami bawa dari hasil patungan selama 1 bulan tersebut tidak cukup, karena
bola tersebut lebih mahal Rp.10.000. Akhirnya, saya putuskan menggenapkannya menjadi Rp.210.000.
Kini bola basket yang kami
beli tadi sudah ada di tangan. Namun, kami bertiga merasa lapar. Sambil
menunggu Bayu, kami pergi ke warung bakso atas usul Bevi. Sesampainya di sana,
saya memesan mie ayam, Albany memesan semangkuk bakso, dan Bevi pun memesan
semangkuk bakso juga. Setelah selesai makan, Bevi membuka pembicaraan: “Eh, gue
bingung, Bayu ke mana sih?” Albany pun menjawab: “Enggak tau deh. Mungkin ibunya belum pulang.” Akhirnya, kami
pun pulang dengan rasa senang sambil bingung
karena Bayu yang ingin menyusul, sampai sekarang belum terlihat juga.
Akhirnya, bola basket yang
ditunggu-tunggu sudah ada. Kami pun tak sabar dan langsung memainkannya di
lapangan. Tak lama kemudian, saya mendengar suara dari kejauhan “Abineri,
Albany, Bevi!!” Ternyata, itu Bayu. “Lo pada ke mana aja sih? Tadi gue cariin
kalian di sana kok nggak ada?” ujarnya
setengah kesal. Bevi pun menjawab: “Dari tadi kami nungguin lo Bayu, tapi lo
nggak dateng-dateng. Yaudah, kami pulang duluan aja.” Albany pun menambahkan: “Iya, lagian lo sih, lama banget
ditungguin, kan orang jadi bingung.” Lalu saya menjawab “Udah-udah, dari pada
ribut begini, mending kita main aja baren-bareng.” Mereka semua akhirnya
mengikuti perkataan saya tadi. Dan memang, tidak ada yang lebih menyenangkan
jika bisa
bersama dengan sahabat.
0 komentar:
Posting Komentar