Rapat Tikus
Bambang Priantono
“Moi, je suis de la France et je m’appele Louis” seekor tikus
dengan dandanan anggun dan sedikit pongah memperkenalkan diri dalam
rapat akbar tikus yang diadakan disebuah negeri Tikusnesia.“ Namaste, Meraa naam Chand rattus hai” seekor tikus besar dengan tanda merah diantara keningnya juga unjuk kenal kepada ribuan tikus yang hadir.
“My name is mickey mouse, call me mike” kata seekor tikus lainnya yang bercelana merah sebagaimana layaknya Miki Tikus.
Suara tepuk tangan membahana saat rapat itu dibuka oleh petinggi besar kerajaan tikus. Sri Ratu Ratna Tikusiawatiningrat membuka suaranya. Dalam rapat akbar yang ditujukan untuk menyatukan visi dan misi para tikus sedunia.
“Terima kasih kepada seluruh wakil tikus sedunia yang sudah sudi menghadiri rapat akbar tikus dan atas kepercayaannya kepada negeri kami untuk menjadi penyelenggaranya. Disini banyak makanan jadi jangan khawatir. Dan dengan ini rapat akbar secara resmi saya buka.” Teriring dengan berakhirnya pidato pendek sang ratu, suara decit para tikus kian membahana seolah hendak memecahkan gendang telinga siapa saja yang mendengarnya.
Kepada negeriku Tikusnesia yang tercinta
Kukan selalu berbakti padamu
Tidak ada pemisahan, tidak ada pemberontakan
Yang ada hanya makan dan makan
Oh Tikusnesia yang merdeka
Kukan selalu menjunjung benderamu
Gemah ripah loh jinawi
Makanan yang melimpah ruah
Itulah lagu kebangsaan Tikusinia yang dinyanyikan secara kompak oleh paduan suara negeri ini. Aroma mawar yang dipetik dari kebun manusia ikut menyeruak diantara decit para tikus yang berpesta pora. Dan rapat ini ditujukan untuk saling memberi kabar tentang keadaan negeri masing-masing.
“Baik, untuk yang pertama adalah negeri tikus putih.” Sang Ratu memberi kesempatan kepada perwakilan negeri tikus putih.
“Terima kasih Duli Yang Mulia,” seekor tikus putih memberi hormat. Dia berkabar bahwasanya negerinya mengalami pelanggaran hak asasi ketikusan, warga bangsa tikus putih selalu dijadikan bahan percobaan oleh manusia. “Kami begitu marah, karena setiap kali kami harus menjadi percobaan. Disuntikkan virus A, virus B, virus C, dan seterusnya. Racun demi racun terus dimasukkan kedalam tubuh kami, dan kami seolah menjadi barang mainan bagi manusia.” Tikus putih tadi berkata dengan nada penuh kesedihan. Semua yang ada disitu mendecit-decit dengan aneka ragam emosi yang intinya adalah keprihatinan, amarah, kesedihan dan masygul.
“Manusia tidak berperikebinatangan.”
“Andai saja kita bisa melawannya.”
“Andai kita bisa tuntut manusia!”
“Hajar manusia!”
“Memang manusia makhluk terkejam!”
Sumpah serapah itu memang hanya bisa terlontar, namun kemudian setelah tikus putih mengungkapkan keluh kesahnya, dia turun kembali ke posisinya semula sambil berdecit sedih. Ruang rapat hening sejenak setelah Sang Ratu menenangkan massa, hening hingga jarum jatuhpun dapat terdengar.
“Sekarang dari India,”
Suara decit kembali terdengar menyambut tikus besar bertanda merah diatas dahinya itu. Dia memberi salam mirip dengan penduduk India, dan hiruk pikuk kembali meruah seolah ruangan hendak runtuh.
“Namaste, semuanya.” Ucap tikus India diikuti dengan balasan decit tikus lainnya. Tikus India menceritakan nasibnya yang lebih baik dibanding tikus putih. “Kami bahkan ditempatkan disebuah kuil khusus dimana para jemaah memuja dan memberi makan kami. Telah ribuan tahun kami tinggal di kuil Tikus dan kami bahkan bisa mendekati, melangkahi dan menginjak manusia dengan leluasa tanpa takut dikejar dan dibunuh. Makanya kami menjadi gemuk-gemuk sekarang ini, bahkan sejak nenek moyang kami. Demikian laporan kami perwakilan dari India.”
Decit para tikus kembali mengguncang ruangan yang luas tersebut. Pendek kata, Sang Ratu sangat senang dengan kabar baik dari India tadi.
“Wah, asyik sekali ya kalau dipuja manusia.” Celetuk seekor tikus got
“Huh, apanya yang asyik! Dasar tikus-tikus manja!” rengut tikus raksasa dari Afrika.
“Iya, dasar mau enak sendiri!” imbuh tikus hutan.
“Nah, saudara-saudara tikus sekalian. Itu tadi laporan dari tikus India. Dan sekarang mari kita sambut perwakilan tikus dari Amerika!” ucap Sang Ratu. Semua tikus melihat pada seekor tikus yang berpenampilan beda dengan tikus-tikus sebelumnya. Bercelana merah seperti Miki Tikus.
“Thank you for your time, Her Majesty” sapa si tikus Amerika. Sang Ratu hanya tersenyum simpul sembari memainkan kumisnya.
“Kami hanya memberi laporan kalau keadaan kaum kami di Amerika sangat-sangat baik. Selain seperti saya yang jadi tokoh kartun.” Suara berdecak kagum merajai ruangan kembali.
“Dua bulan yang lalu, manusia baru saja mengadakan lomba ratu ayu tikus. Kami sangat dihargai bahkan dijadikan peliharaan favorit bagi manusia.” Si tikus Amerika. Disambut dengan decitan gembira oleh para tikus yang antusias ingin mendengarkan kabar baik dari Amerika ini.
“Nah, sekarang bagaimana dengan tikus dari tikunesia?” Sang Ratu memecah keramaian sehingga para tikus kembali terdiam dengan takzim.
“Bagaimana ya dengan tikusnesia? Apa yang dilaporkannya?” para tikus mulai bertanya-tanya. Manakala perwakilan tikunesia dipanggil, namun ternyata mereka belum menunjukkan tanda-tanda kehadirannya.
Tikus-tikus mulai gelisah, ekor mereka bergoyang-goyang pertanda kelaparan ditambah harus menunggu wakil Negeri Wirok.
Detik demi detik berlalu, Ratu Tikus sendiri mulai bosan sambil melihat-lihat jam tangan hasil buangan manusia yang dia jadikan barang pusaka. Dia mulai menggerutu.
“Aduh, dimana sih para wirok? Sudah jam segini masih belum datang juga.” Ratu mulai gelisah.
Setelah sekitar 20 menitan, barulah punggawa penjaga istana berseru
“Perwakilan dari Negeri Wirok telah datang!”
Semua mata tertuju kepada pintu masuk, dimana mata hadirin tertumbuk pada 4 ekor tikus besar. Yang dua orang memakai dasi sedangkan yang lainnya memakai batik dan safari. Para tikus berdecit kagum demi melihat penampilan para wakil tikunesia yang berbeda dengan lainnya.
“Maaf, kami terlambat Duli Yang Mulia Ratu.” Kata seekor tikus berdasi sambil membungkuk takzim. Sang Ratu dengan sedikit kesal berkata
“Huh, kebiasaan ya. Tahun kemarin juga begitu, sampai-sampai keju panggang yang kami sediakan basi gara-gara menunggu kalian” sungut Ratu. “Ya sudah, sana segera beri laporannya!” perintahnya kemudian
“Baik Ratu,” dengan nada yang terdengar mengerikan. Namun menyenangkan bagi para tikus.
Sang tikus berdasi tampil diatas podium yang disediakan, sedangkan para hadirin dan perwakilan dari berbagai wilayah tikus.
“Saudara-saudara tikus sekalian, berikut ini kami akan menyampaikan hasil laporan kami perwakilan Negeri Wirok. Yyyukkkkkk.” Kata si tikus berdasi.
“Yyyyuuukkkkkk!!!” tikus lainnya pun ikut bersuara, dan diakhiri dengan decit gembira.
“Saudara-saudara, dinegeri kami telah sekian lama terjadi perubahan pola makan, dan perubahan itu ternyata sangat menguntungkan bagi kami.” Para tikus penasaran.
“Apa perubahan itu?”
“Yang terjadi disana apa?”
“Ah, mana tahulah aku!”
“Mungkin mereka tidak makan keju.”
“Memang mereka tidak makan keju.”
“Biasanya mereka makan apa?”
“Setahuku sih sama seperti kita.”
“Oh, semua dimakan begitu?”
“Pastinya begitu.”
Demikian suara-suara yang muncul diantara kerumunan tikus-tikus yang hadir dalam rapat akbar, sementara makanan utama yakni keju panggang telah disajikan. Para perwakilan mendapat tiga potong besar, sedangkan hadirin hanya mendapat sepotong kecil. “Wah, ini tidak adil. Masa kita hanya dapat sepotong kecil?” gerutu seekor tikus kecil. “Sudah diam! Yang penting dapat, daripada yang tidak.” Seekor tikus betina melirik kearah tikus kecil.
“Coba katakan, perubahan apa itu?” Sang Ratu bertanya
“Banyak diantara kami yang saat ini senang dengan makanan baru. Makanan baru itu adalah…uang, bahan bangunan dan bantuan bencana.”
Semua tikus menganga…”Waaah, gila sekali makanannya. Apa enak ya?” tanya para tikus. “Jangan khawatir. Makanan baru kami ini sangat enak, cukup gerogoti uang, bahan bangunan dan bantuan bencana yang ternyata nikmatnya tiada tara.” Tikus berdasi itu melanjutkan.
Tiba-tiba tikus bersafari meloncat dimuka tikus berdasi dan menimpali.
“Ditambah lagi, kalian bisa bebas berbuat apa saja tanpa takut dengan pukulan atau hukuman!”
“Waaahhhh!!!!” nampaknya para tikus semakin antusias.
Tikus bersafari itu melompat-lompat diantara para perwakilan tikus hingga meja berantakan.
“Dan disana…..biar kami dikurungpun pasti dibebaskan.”
Para tikus makin tertarik, terbayang makanan enak-enak yang ada di Negeri Wirok. “Kalau begini mendingan kita pergi kesana saja yuk.” Beberapa tikus semakin tergoda untuk pergi ke negeri itu.
“Dan kamipun mendapat tempat yang mewah disana. Dikantor-kantor yang megah, bangunan tingkat tinggi dengan AC yang super nyaman dan dijamin para tikus disana pasti makmur-makmur.”
Tikus berbatik segera menendang tikus bersafari dari atas meja dan dia sendiri juga ambil suara.
“Hahahaha…tenang saja kawan. Tempat kami sangat aman, kucing-kucingpun sulit menjangkau kami karena mereka sendiri sekarang jadi penakut!” Tikus berbatik dengan seringainya berkata dengan santai.
“Dan jangan khawatir, kami punya bekingan. Tikus-tikus raksasa yang siap melindungi kami jika kami tertangkap.” Tikus berdasi kembali mengeluarkan suara setelah sekian lama terdiam karena terpotong oleh dua tikus rekannya.
Sang Ratu hanya manggut-manggut meskipun dia merasa kelakuan para tikus ini tidak sopan. Suasana rapat akbar makin heboh dan nampaknya para tikus ingin segera meninggalkan rapat karena tertarik dengan negeri Wirok tadi.
“Ayo kita kesana!”
“Cepetan sebelum keduluan yang lain!”
Para tikus semburat keluar dari ruang rapat. Bahkan tikus India, tikus Amerika dan wakil-wakil lainnyapun ikut keluar. Para punggawa berusaha menahan para tikus karena rapat belum selesai. Tetapi, jumlah mereka kalah banyak jika dibandingkan para tikus lain yang berjumlah ribuan. Segalanya berantakan dan Sang Ratu hanya bisa melongo demi melihat ruangan rapat itu hancur lebur. Meja terbalik, kursi-kursi patah, dan makanan yang sedianya diperuntukkan bagi rapat berserakan dilantai.
“Aaaaaaa……..rapatku hancurrrrrr!!!!” sang Ratu hanya bisa berteriak dan mengeluh karena semuanya telah ludes, dan berantakan.
“Punggawaaaa!!!!” Teriak Ratu
“Daulat Ratu.” Beberapa ekor punggawa yang berantakan menghampiri Ratu
“Segera bawa aku ke negeri Wirok! Siapkan kereta yang paling cepat!”
“Baik, Ratu.”
Malang, 220606
0 komentar:
Posting Komentar