Translate

CERPEN UPACARA ATAU PACARAN

Written By iqbal_editing on Senin, 20 Maret 2017 | 01.58

Upacara Atau Pacaran ?
By. Sandy Galang Pradana
Hari kian memanas, dahaga mulai mengeringkan tenggorokanku. Tiba-tiba kulihat sosok seorang pemuda tak lain dan tidak bukan adalah sahabat sejatiku yaitu si Raka. Dia kelihatan kelelahan dan kepanasan. Baju rapi warna putih di pakainya dengan kelihatan berwibawa. Saat kulihat dia sedang duduk di sebuah kursi pinggiran jalan nampak menunggu sesuatu. Kemudian tanpa ragu aku mulai menghampirinya aku pun mulai berbincang dengannya.
“Hai Ra, kenapa kamu terlihat  kelelahan begitu trus kamu pake baju beginian mau ngapain ?” tanyaku padanya
“loe gila apa, nih tanggal berapa ?” jawab Raka dan malah balik nanya
“Tanggal 17 Agustus 2013, Waah kamu jadi petugas upacara ya.. widih keren coy pakaianmu keren” Jawabku
“Ya biasa aja kali” Sahut Raka
“Kamu kok murung gitu, kamu capek ya ?” Tanya aku sambil kutepuk bahunya
Raka pun menjawab  “bukan capek, Cuma kesel aja sama si Andini masak nggak tau apa kalau ini hari kemerdekaan. Eh dia malah ngajak ketemuan, ngajak jalan, ngajak makan, ngajak shooping.... Padahal udah tau kalau aku ini petugas upacara tapi dia malah begitu . Dan dia... ”
“dia cerewet.......”
(tiba tiba suara itu muncul dan ternyata itu adalah suara Andini si pacarnya Raka)
“ehmm... A,,,A...Andini kamu kok ada disini” tanya Raka
“Gue udah dengar apa kata loe semua,, sekarang tinggal gue ngasih pilihan kamu mau ngajak aku jalan-jalan atau kamu lebih memilih untuk upacara. Ingat,,, jauh-jauh hari kamu udah pernah janji kalau suatu saat ingin ngajak begini” Ucap si Andini
“Iya.. tapi ini kan hari kemerdekaan dan aku harus upacara, masak kamu gak ngertiin aku banget sih.. Kamu nggak tau apa kalau aku udah dipercaya dan tiga puluh menit lagi aku harus pergi ke lapangan upacara...” Jawab Raka dengan kesal
“oke,, terserah kamu aku mau pergi sendiri....” balas Andini dengan sangat marah kemudian ia langsung pergi
        Aku hanya sebagai penonton mereka bertengkar. Karena aku sendiri tak mau ikut urusan mereka. Namun dalam pikiranku berkata gila banget si cewek ini kok nggak ada pengertiannya sama sekali ya. Raka pun terlihat pasrah dan terdiam tanpa mengurusi pacarnya itu. Lalu ia berkata padaku dia akan pergi ke lapangan upacara karena saat itu udah jam 9.30 sementara upacara dimulai jam 10 pagi.
       Raka lalu berangkat dengan menaiki sepeda motor keren yang dimilikinya. Aku pun melihat wajahnya aneh sedikit terbebani. Namun aku tak terlalu mempedulikannya dan aku langsung meninggalkan tempat duduk tadi lalu langsung pulang kerumah. Karena aku kebetulan tidak mengikuti upacara bendera.
        Sesampai dirumah tiba-tiba hape ku bunyi. Dan ternyata ada telpon masuk. Yakni dari nomor hapenya Raka. Namun yang menelepon kini adalah orang tuanya. Orang tuanya mengabarkan jika Raka kecelakaan saat menuju ke lapangan upacara dan sekarang dirawat di Rumah Sakit.
      Aku pun langsung shok mendengarnya lalu langsung menuju rumah sakit itu. Terlihat disitu beberapa keluarga Raka mulai dari ayah, ibu, paman, dan neneknya ada disitu semuanya. Juga terlihat ada Andin disitu sedang menangis menyesal. Namun nampaknya Tuhan sudah tidak bisa menahan Raka agar hidup lebih lama di dunia. Dokter berkata bahwa Raka sudah tidak bisa diselamatkan lagi.  Aku langsung menangis merasakan kesedihan ini, rasanya baru beberapa jam tadi ketemu Raka. Eh sekarang dia harus kecelakaan dan nyawanya tidak terselamatkan lagi. Dan aku juga melihat tangisan orang tua serta kerabat keluarga Raka disana.
Kemudian Andini memanggilku, dan dia berkata kepadaku :
“Hari ini adalah hari paling buruk dalam hidupku, aku sangat menyesal dengan hari ini. Hari dimana aku kehilangan orang yang paling aku cintai. Mungkin Tuhan terlalu sayang kepada Raka sehingga Tuhan mengambilnya. Dan memang hari kemerdekaan ini sudah menjadi tak merdeka lagi buatku karena aku tak menganggap hari ini adalah hari kemerdekaan”

SELESAI

         Nah cerita diatas bisa buat renungan dan ingat bahwa hari kemerdekaan adalah hari dimana kita harus benar-benar menghargai hari ini. Lalu marilah untuk menjadi remaja yang cinta kepada Indonesia. Dari cerita tersebut terlihat bahwa Andini sudah tidak menganggap lagi apa itu hari merdeka. Dan akibatnya sudah terlihat sekali penyesalan yang luar biasa.
engarang : Korrie Layun Rampan (17 Agustus 1953) Penerbit : Pustaka Jaya Tahun : 1978 Cerita Novel Online - Upacara Sinopsis Novel Online Di sebuah perkampungan suku Dayak di daerah pedalaman Kalimantan, seorang pemuda keturunan suku itu mencoba memahami tradisi dan adat-istiadat yang hidup di masyarakatnya. Kehidupannya dan orang-orang di sekililingnya yang tak pernah lepas dari upacara-upacara adat, membuat pikirannya selalu diliputi berbagai pertanyaan yang tak pernah membuat dirinya puas. Mula-mula, mengapa Waning–tunangannya˗˗harus mati disergap jewata –Dewa air yang diwujudkan dengan buaya. “Alam begitu kejam dan ganas. Merenggut nyawa dan kasih. Memetah kebahagiaan yang sedang bertunas” (hlm. 71). Jiwa pemuda itu pun terguncang. Waning yang amat dicintainya telah pergi diterkam buaya tua yang kelaparan. Sebelum itu, ia merasakan telah dibawa berkelana bersama kakeknya yang telah lama wafat. Lalu, kakeknya melepaskannya agar ia terus melanjutkan perjalanannya sendiri. Ia harus melewati berbagai percobaan, berbagai rintangan yang harus ditaklukkan sebelum ia sampai ke lumut –ke surga. Bersama dengan keadaan yang dialaminya itu, orang-orang sedesanya mengadakan upacara meruwat. Upacara yang dimaksudkan untuk merebut jiwa pemuda itu yang konon ada dalam genggaman dewa dan dijadikan sebagai sandera. Lewat serangkaian upacara itulah, pemuda itu dapat disembuhkan. Desa suku Dayak di pedalaman Kalimantan itu juga sering didatangi oleh seorang antropolog yang sedang melakukan penelitian terhadap suku itu. Terjadi perdebatan antara Tuan Smith –nama antropolog itu˗˗dengan paman Jomoq˗˗dukun suku˗˗tentang makna dan keberadaan Tuhan. Tuan Smith memperkenalkan agama Kristen, yang ditolak oleh suku itu karena mereka sudah memiliki Tuhan sendiri. Hal itu dibuktikan di depan orang Barat itu. Sementara itu, upacara demi upacara berlangsung dalam suku tersebut. Mulai seorang anak dilahirkan, belajar berjalan, menginjak masa remaja, masa dewasa, perkawinan, sampai upacara kematiannya. Ketika seseorang meninggalkan dunia fana, upacara sesungguhnya belum selesai baginya. Orang-orang sesuku terus mengadakan upacara untuknya guna mengantarkan arwahnya ke surga. Hal ini menjadi bahan renungan dalam diri pemuda itu: “Inikah hidup? Sering aku berpikir begitu. Hanya siklus upacara demi upacara. Atau hidup ini memang upacara itu sendiri? Lalu apakah tujuan hidup itu datang. Ada. Lalu pergi lagi. Hilang tak berbekas. Inikah yang dinamai hidup? Kalau bukan, lalu bagaimanakah yang dinamakan hidup? Tetapi kalau ya?” (hlm. 108). Meskipun ia tak beriman, kejadian-kejadian gaib ternyata di hadapannya. Ia saksikan seorang balian˗˗tabib˗˗muda mengoperasi seorang gadis yang punggungnya berbisul nanah besar. Aneh. Gadis itu tak merasakan kesakitan sedikit pun dan lukanya tak berbekas. Yang lebih nyata lagi adalah upacara meruwat dirinya sendiri, yang langsung sembuh ketika upacara selesai dilangsungkan. Ia merasakan kejadian itu sungguh aneh.

Source: http://www.ilmubahasa.net/2015/01/cerita-novel-online-upacara.html
Disalin www.ilmubahasa.net, Gudangnya Materi Ilmu Bahasa, Media Karya Sastra dan Informasi.
Pengarang : Korrie Layun Rampan (17 Agustus 1953) Penerbit : Pustaka Jaya Tahun : 1978 Cerita Novel Online - Upacara Sinopsis Novel Online Di sebuah perkampungan suku Dayak di daerah pedalaman Kalimantan, seorang pemuda keturunan suku itu mencoba memahami tradisi dan adat-istiadat yang hidup di masyarakatnya. Kehidupannya dan orang-orang di sekililingnya yang tak pernah lepas dari upacara-upacara adat, membuat pikirannya selalu diliputi berbagai pertanyaan yang tak pernah membuat dirinya puas. Mula-mula, mengapa Waning–tunangannya˗˗harus mati disergap jewata –Dewa air yang diwujudkan dengan buaya. “Alam begitu kejam dan ganas. Merenggut nyawa dan kasih. Memetah kebahagiaan yang sedang bertunas” (hlm. 71). Jiwa pemuda itu pun terguncang. Waning yang amat dicintainya telah pergi diterkam buaya tua yang kelaparan. Sebelum itu, ia merasakan telah dibawa berkelana bersama kakeknya yang telah lama wafat. Lalu, kakeknya melepaskannya agar ia terus melanjutkan perjalanannya sendiri. Ia harus melewati berbagai percobaan, berbagai rintangan yang harus ditaklukkan sebelum ia sampai ke lumut –ke surga. Bersama dengan keadaan yang dialaminya itu, orang-orang sedesanya mengadakan upacara meruwat. Upacara yang dimaksudkan untuk merebut jiwa pemuda itu yang konon ada dalam genggaman dewa dan dijadikan sebagai sandera. Lewat serangkaian upacara itulah, pemuda itu dapat disembuhkan. Desa suku Dayak di pedalaman Kalimantan itu juga sering didatangi oleh seorang antropolog yang sedang melakukan penelitian terhadap suku itu. Terjadi perdebatan antara Tuan Smith –nama antropolog itu˗˗dengan paman Jomoq˗˗dukun suku˗˗tentang makna dan keberadaan Tuhan. Tuan Smith memperkenalkan agama Kristen, yang ditolak oleh suku itu karena mereka sudah memiliki Tuhan sendiri. Hal itu dibuktikan di depan orang Barat itu. Sementara itu, upacara demi upacara berlangsung dalam suku tersebut. Mulai seorang anak dilahirkan, belajar berjalan, menginjak masa remaja, masa dewasa, perkawinan, sampai upacara kematiannya. Ketika seseorang meninggalkan dunia fana, upacara sesungguhnya belum selesai baginya. Orang-orang sesuku terus mengadakan upacara untuknya guna mengantarkan arwahnya ke surga. Hal ini menjadi bahan renungan dalam diri pemuda itu: “Inikah hidup? Sering aku berpikir begitu. Hanya siklus upacara demi upacara. Atau hidup ini memang upacara itu sendiri? Lalu apakah tujuan hidup itu datang. Ada. Lalu pergi lagi. Hilang tak berbekas. Inikah yang dinamai hidup? Kalau bukan, lalu bagaimanakah yang dinamakan hidup? Tetapi kalau ya?” (hlm. 108). Meskipun ia tak beriman, kejadian-kejadian gaib ternyata di hadapannya. Ia saksikan seorang balian˗˗tabib˗˗muda mengoperasi seorang gadis yang punggungnya berbisul nanah besar. Aneh. Gadis itu tak merasakan kesakitan sedikit pun dan lukanya tak berbekas. Yang lebih nyata lagi adalah upacara meruwat dirinya sendiri, yang langsung sembuh ketika upacara selesai dilangsungkan. Ia merasakan kejadian itu sungguh aneh.

Source: http://www.ilmubahasa.net/2015/01/cerita-novel-online-upacara.html
Disalin www.ilmubahasa.net, Gudangnya Materi Ilmu Bahasa, Media Karya Sastra dan Informasi.
Pengarang : Korrie Layun Rampan (17 Agustus 1953) Penerbit : Pustaka Jaya Tahun : 1978 Cerita Novel Online - Upacara Sinopsis Novel Online Di sebuah perkampungan suku Dayak di daerah pedalaman Kalimantan, seorang pemuda keturunan suku itu mencoba memahami tradisi dan adat-istiadat yang hidup di masyarakatnya. Kehidupannya dan orang-orang di sekililingnya yang tak pernah lepas dari upacara-upacara adat, membuat pikirannya selalu diliputi berbagai pertanyaan yang tak pernah membuat dirinya puas. Mula-mula, mengapa Waning–tunangannya˗˗harus mati disergap jewata –Dewa air yang diwujudkan dengan buaya. “Alam begitu kejam dan ganas. Merenggut nyawa dan kasih. Memetah kebahagiaan yang sedang bertunas” (hlm. 71). Jiwa pemuda itu pun terguncang. Waning yang amat dicintainya telah pergi diterkam buaya tua yang kelaparan. Sebelum itu, ia merasakan telah dibawa berkelana bersama kakeknya yang telah lama wafat. Lalu, kakeknya melepaskannya agar ia terus melanjutkan perjalanannya sendiri. Ia harus melewati berbagai percobaan, berbagai rintangan yang harus ditaklukkan sebelum ia sampai ke lumut –ke surga. Bersama dengan keadaan yang dialaminya itu, orang-orang sedesanya mengadakan upacara meruwat. Upacara yang dimaksudkan untuk merebut jiwa pemuda itu yang konon ada dalam genggaman dewa dan dijadikan sebagai sandera. Lewat serangkaian upacara itulah, pemuda itu dapat disembuhkan. Desa suku Dayak di pedalaman Kalimantan itu juga sering didatangi oleh seorang antropolog yang sedang melakukan penelitian terhadap suku itu. Terjadi perdebatan antara Tuan Smith –nama antropolog itu˗˗dengan paman Jomoq˗˗dukun suku˗˗tentang makna dan keberadaan Tuhan. Tuan Smith memperkenalkan agama Kristen, yang ditolak oleh suku itu karena mereka sudah memiliki Tuhan sendiri. Hal itu dibuktikan di depan orang Barat itu. Sementara itu, upacara demi upacara berlangsung dalam suku tersebut. Mulai seorang anak dilahirkan, belajar berjalan, menginjak masa remaja, masa dewasa, perkawinan, sampai upacara kematiannya. Ketika seseorang meninggalkan dunia fana, upacara sesungguhnya belum selesai baginya. Orang-orang sesuku terus mengadakan upacara untuknya guna mengantarkan arwahnya ke surga. Hal ini menjadi bahan renungan dalam diri pemuda itu: “Inikah hidup? Sering aku berpikir begitu. Hanya siklus upacara demi upacara. Atau hidup ini memang upacara itu sendiri? Lalu apakah tujuan hidup itu datang. Ada. Lalu pergi lagi. Hilang tak berbekas. Inikah yang dinamai hidup? Kalau bukan, lalu bagaimanakah yang dinamakan hidup? Tetapi kalau ya?” (hlm. 108). Meskipun ia tak beriman, kejadian-kejadian gaib ternyata di hadapannya. Ia saksikan seorang balian˗˗tabib˗˗muda mengoperasi seorang gadis yang punggungnya berbisul nanah besar. Aneh. Gadis itu tak merasakan kesakitan sedikit pun dan lukanya tak berbekas. Yang lebih nyata lagi adalah upacara meruwat dirinya sendiri, yang langsung sembuh ketika upacara selesai dilangsungkan. Ia merasakan kejadian itu sungguh aneh.

Source: http://www.ilmubahasa.net/2015/01/cerita-novel-online-upacara.html
Disalin www.ilmubahasa.net, Gudangnya Materi Ilmu Bahasa, Media Karya Sastra dan Informasi.
Pengarang : Korrie Layun Rampan (17 Agustus 1953) Penerbit : Pustaka Jaya Tahun : 1978 Cerita Novel Online - Upacara Sinopsis Novel Online Di sebuah perkampungan suku Dayak di daerah pedalaman Kalimantan, seorang pemuda keturunan suku itu mencoba memahami tradisi dan adat-istiadat yang hidup di masyarakatnya. Kehidupannya dan orang-orang di sekililingnya yang tak pernah lepas dari upacara-upacara adat, membuat pikirannya selalu diliputi berbagai pertanyaan yang tak pernah membuat dirinya puas. Mula-mula, mengapa Waning–tunangannya˗˗harus mati disergap jewata –Dewa air yang diwujudkan dengan buaya. “Alam begitu kejam dan ganas. Merenggut nyawa dan kasih. Memetah kebahagiaan yang sedang bertunas” (hlm. 71). Jiwa pemuda itu pun terguncang. Waning yang amat dicintainya telah pergi diterkam buaya tua yang kelaparan. Sebelum itu, ia merasakan telah dibawa berkelana bersama kakeknya yang telah lama wafat. Lalu, kakeknya melepaskannya agar ia terus melanjutkan perjalanannya sendiri. Ia harus melewati berbagai percobaan, berbagai rintangan yang harus ditaklukkan sebelum ia sampai ke lumut –ke surga. Bersama dengan keadaan yang dialaminya itu, orang-orang sedesanya mengadakan upacara meruwat. Upacara yang dimaksudkan untuk merebut jiwa pemuda itu yang konon ada dalam genggaman dewa dan dijadikan sebagai sandera. Lewat serangkaian upacara itulah, pemuda itu dapat disembuhkan. Desa suku Dayak di pedalaman Kalimantan itu juga sering didatangi oleh seorang antropolog yang sedang melakukan penelitian terhadap suku itu. Terjadi perdebatan antara Tuan Smith –nama antropolog itu˗˗dengan paman Jomoq˗˗dukun suku˗˗tentang makna dan keberadaan Tuhan. Tuan Smith memperkenalkan agama Kristen, yang ditolak oleh suku itu karena mereka sudah memiliki Tuhan sendiri. Hal itu dibuktikan di depan orang Barat itu. Sementara itu, upacara demi upacara berlangsung dalam suku tersebut. Mulai seorang anak dilahirkan, belajar berjalan, menginjak masa remaja, masa dewasa, perkawinan, sampai upacara kematiannya. Ketika seseorang meninggalkan dunia fana, upacara sesungguhnya belum selesai baginya. Orang-orang sesuku terus mengadakan upacara untuknya guna mengantarkan arwahnya ke surga. Hal ini menjadi bahan renungan dalam diri pemuda itu: “Inikah hidup? Sering aku berpikir begitu. Hanya siklus upacara demi upacara. Atau hidup ini memang upacara itu sendiri? Lalu apakah tujuan hidup itu datang. Ada. Lalu pergi lagi. Hilang tak berbekas. Inikah yang dinamai hidup? Kalau bukan, lalu bagaimanakah yang dinamakan hidup? Tetapi kalau ya?” (hlm. 108). Meskipun ia tak beriman, kejadian-kejadian gaib ternyata di hadapannya. Ia saksikan seorang balian˗˗tabib˗˗muda mengoperasi seorang gadis yang punggungnya berbisul nanah besar. Aneh. Gadis itu tak merasakan kesakitan sedikit pun dan lukanya tak berbekas. Yang lebih nyata lagi adalah upacara meruwat dirinya sendiri, yang langsung sembuh ketika upacara selesai dilangsungkan. Ia merasakan kejadian itu sungguh aneh.

Source: http://www.ilmubahasa.net/2015/01/cerita-novel-online-upacara.html
Disalin www.ilmubahasa.net, Gudangnya Materi Ilmu Bahasa, Media Karya Sastra dan Informasi.
Pengarang : Korrie Layun Rampan (17 Agustus 1953) Penerbit : Pustaka Jaya Tahun : 1978 Cerita Novel Online - Upacara Sinopsis Novel Online Di sebuah perkampungan suku Dayak di daerah pedalaman Kalimantan, seorang pemuda keturunan suku itu mencoba memahami tradisi dan adat-istiadat yang hidup di masyarakatnya. Kehidupannya dan orang-orang di sekililingnya yang tak pernah lepas dari upacara-upacara adat, membuat pikirannya selalu diliputi berbagai pertanyaan yang tak pernah membuat dirinya puas. Mula-mula, mengapa Waning–tunangannya˗˗harus mati disergap jewata –Dewa air yang diwujudkan dengan buaya. “Alam begitu kejam dan ganas. Merenggut nyawa dan kasih. Memetah kebahagiaan yang sedang bertunas” (hlm. 71). Jiwa pemuda itu pun terguncang. Waning yang amat dicintainya telah pergi diterkam buaya tua yang kelaparan. Sebelum itu, ia merasakan telah dibawa berkelana bersama kakeknya yang telah lama wafat. Lalu, kakeknya melepaskannya agar ia terus melanjutkan perjalanannya sendiri. Ia harus melewati berbagai percobaan, berbagai rintangan yang harus ditaklukkan sebelum ia sampai ke lumut –ke surga. Bersama dengan keadaan yang dialaminya itu, orang-orang sedesanya mengadakan upacara meruwat. Upacara yang dimaksudkan untuk merebut jiwa pemuda itu yang konon ada dalam genggaman dewa dan dijadikan sebagai sandera. Lewat serangkaian upacara itulah, pemuda itu dapat disembuhkan. Desa suku Dayak di pedalaman Kalimantan itu juga sering didatangi oleh seorang antropolog yang sedang melakukan penelitian terhadap suku itu. Terjadi perdebatan antara Tuan Smith –nama antropolog itu˗˗dengan paman Jomoq˗˗dukun suku˗˗tentang makna dan keberadaan Tuhan. Tuan Smith memperkenalkan agama Kristen, yang ditolak oleh suku itu karena mereka sudah memiliki Tuhan sendiri. Hal itu dibuktikan di depan orang Barat itu. Sementara itu, upacara demi upacara berlangsung dalam suku tersebut. Mulai seorang anak dilahirkan, belajar berjalan, menginjak masa remaja, masa dewasa, perkawinan, sampai upacara kematiannya. Ketika seseorang meninggalkan dunia fana, upacara sesungguhnya belum selesai baginya. Orang-orang sesuku terus mengadakan upacara untuknya guna mengantarkan arwahnya ke surga. Hal ini menjadi bahan renungan dalam diri pemuda itu: “Inikah hidup? Sering aku berpikir begitu. Hanya siklus upacara demi upacara. Atau hidup ini memang upacara itu sendiri? Lalu apakah tujuan hidup itu datang. Ada. Lalu pergi lagi. Hilang tak berbekas. Inikah yang dinamai hidup? Kalau bukan, lalu bagaimanakah yang dinamakan hidup? Tetapi kalau ya?” (hlm. 108). Meskipun ia tak beriman, kejadian-kejadian gaib ternyata di hadapannya. Ia saksikan seorang balian˗˗tabib˗˗muda mengoperasi seorang gadis yang punggungnya berbisul nanah besar. Aneh. Gadis itu tak merasakan kesakitan sedikit pun dan lukanya tak berbekas. Yang lebih nyata lagi adalah upacara meruwat dirinya sendiri, yang langsung sembuh ketika upacara selesai dilangsungkan. Ia merasakan kejadian itu sungguh aneh.

Source: http://www.ilmubahasa.net/2015/01/cerita-novel-online-upacara.html
Disalin www.ilmubahasa.net, Gudangnya Materi Ilmu Bahasa, Media Karya Sastra dan Informasi.

0 komentar:

Posting Komentar

 
berita unik