Upacara Atau Pacaran ?
By.
Sandy Galang Pradana
Hari kian
memanas, dahaga mulai mengeringkan tenggorokanku. Tiba-tiba kulihat sosok
seorang pemuda tak lain dan tidak bukan adalah sahabat sejatiku yaitu si Raka.
Dia kelihatan kelelahan dan kepanasan. Baju rapi warna putih di pakainya dengan
kelihatan berwibawa. Saat kulihat dia sedang duduk di sebuah kursi pinggiran
jalan nampak menunggu sesuatu. Kemudian tanpa ragu aku mulai menghampirinya aku
pun mulai berbincang dengannya.
“Hai Ra, kenapa kamu
terlihat kelelahan begitu trus kamu pake
baju beginian mau ngapain ?” tanyaku padanya
“loe gila apa, nih tanggal berapa
?” jawab Raka dan malah balik nanya
“Tanggal 17 Agustus 2013, Waah
kamu jadi petugas upacara ya.. widih keren coy pakaianmu keren” Jawabku
“Ya biasa aja kali” Sahut Raka
“Kamu kok murung gitu, kamu capek
ya ?” Tanya aku sambil kutepuk bahunya
Raka pun menjawab “bukan capek, Cuma kesel aja sama si Andini
masak nggak tau apa kalau ini hari kemerdekaan. Eh dia malah ngajak ketemuan,
ngajak jalan, ngajak makan, ngajak shooping.... Padahal udah tau kalau aku ini
petugas upacara tapi dia malah begitu . Dan dia... ”
“dia cerewet.......”
(tiba tiba suara itu muncul dan
ternyata itu adalah suara Andini si pacarnya Raka)
“ehmm... A,,,A...Andini kamu kok
ada disini” tanya Raka
“Gue udah dengar apa kata loe
semua,, sekarang tinggal gue ngasih pilihan kamu mau ngajak aku jalan-jalan
atau kamu lebih memilih untuk upacara. Ingat,,, jauh-jauh hari kamu udah pernah
janji kalau suatu saat ingin ngajak begini” Ucap si Andini
“Iya.. tapi ini kan hari
kemerdekaan dan aku harus upacara, masak kamu gak ngertiin aku banget sih..
Kamu nggak tau apa kalau aku udah dipercaya dan tiga puluh menit lagi aku harus
pergi ke lapangan upacara...” Jawab Raka dengan kesal
“oke,, terserah kamu aku mau
pergi sendiri....” balas Andini dengan sangat marah kemudian ia langsung pergi
Aku hanya sebagai penonton
mereka bertengkar. Karena aku sendiri tak mau ikut urusan mereka. Namun dalam
pikiranku berkata gila banget si cewek ini kok nggak ada pengertiannya sama
sekali ya. Raka pun terlihat pasrah dan terdiam tanpa mengurusi pacarnya itu.
Lalu ia berkata padaku dia akan pergi ke lapangan upacara karena saat itu udah
jam 9.30 sementara upacara dimulai jam 10 pagi.
Raka lalu berangkat dengan menaiki
sepeda motor keren yang dimilikinya. Aku pun melihat wajahnya aneh sedikit
terbebani. Namun aku tak terlalu mempedulikannya dan aku langsung meninggalkan
tempat duduk tadi lalu langsung pulang kerumah. Karena aku kebetulan tidak
mengikuti upacara bendera.
Sesampai dirumah tiba-tiba hape
ku bunyi. Dan ternyata ada telpon masuk. Yakni dari nomor hapenya Raka. Namun
yang menelepon kini adalah orang tuanya. Orang tuanya mengabarkan jika Raka
kecelakaan saat menuju ke lapangan upacara dan sekarang dirawat di Rumah Sakit.
Aku pun langsung shok
mendengarnya lalu langsung menuju rumah sakit itu. Terlihat disitu beberapa
keluarga Raka mulai dari ayah, ibu, paman, dan neneknya ada disitu semuanya.
Juga terlihat ada Andin disitu sedang menangis menyesal. Namun nampaknya Tuhan
sudah tidak bisa menahan Raka agar hidup lebih lama di dunia. Dokter berkata
bahwa Raka sudah tidak bisa diselamatkan lagi. Aku langsung menangis merasakan kesedihan ini,
rasanya baru beberapa jam tadi ketemu Raka. Eh sekarang dia harus kecelakaan dan
nyawanya tidak terselamatkan lagi. Dan aku juga melihat tangisan orang tua
serta kerabat keluarga Raka disana.
Kemudian Andini memanggilku, dan
dia berkata kepadaku :
“Hari ini adalah hari paling
buruk dalam hidupku, aku sangat menyesal dengan hari ini. Hari dimana aku
kehilangan orang yang paling aku cintai. Mungkin Tuhan terlalu sayang kepada
Raka sehingga Tuhan mengambilnya. Dan memang hari kemerdekaan ini sudah menjadi
tak merdeka lagi buatku karena aku tak menganggap hari ini adalah hari
kemerdekaan”
SELESAI
Nah cerita diatas bisa buat
renungan dan ingat bahwa hari kemerdekaan adalah hari dimana kita harus benar-benar
menghargai hari ini. Lalu marilah untuk menjadi remaja yang cinta kepada
Indonesia. Dari cerita tersebut terlihat bahwa Andini sudah tidak menganggap
lagi apa itu hari merdeka. Dan akibatnya sudah terlihat sekali penyesalan yang
luar biasa.
engarang : Korrie
Layun Rampan (17 Agustus 1953)
Penerbit : Pustaka Jaya
Tahun : 1978
Cerita Novel Online - Upacara
Sinopsis Novel Online
Di sebuah perkampungan suku Dayak di daerah pedalaman Kalimantan,
seorang pemuda keturunan suku itu mencoba memahami tradisi dan
adat-istiadat yang hidup di masyarakatnya. Kehidupannya dan orang-orang
di sekililingnya yang tak pernah lepas dari upacara-upacara adat,
membuat pikirannya selalu diliputi berbagai pertanyaan yang tak pernah
membuat dirinya puas. Mula-mula, mengapa Waning–tunangannya˗˗harus mati
disergap jewata –Dewa air yang diwujudkan dengan buaya. “Alam begitu
kejam dan ganas. Merenggut nyawa dan kasih. Memetah kebahagiaan yang
sedang bertunas” (hlm. 71). Jiwa pemuda itu pun terguncang. Waning yang
amat dicintainya telah pergi diterkam buaya tua yang kelaparan.
Sebelum itu, ia merasakan telah dibawa berkelana bersama kakeknya yang
telah lama wafat. Lalu, kakeknya melepaskannya agar ia terus melanjutkan
perjalanannya sendiri. Ia harus melewati berbagai percobaan, berbagai
rintangan yang harus ditaklukkan sebelum ia sampai ke lumut –ke surga.
Bersama dengan keadaan yang dialaminya itu, orang-orang sedesanya
mengadakan upacara meruwat. Upacara yang dimaksudkan untuk merebut jiwa
pemuda itu yang konon ada dalam genggaman dewa dan dijadikan sebagai
sandera. Lewat serangkaian upacara itulah, pemuda itu dapat disembuhkan.
Desa suku Dayak di pedalaman Kalimantan itu juga sering didatangi oleh
seorang antropolog yang sedang melakukan penelitian terhadap suku itu.
Terjadi perdebatan antara Tuan Smith –nama antropolog itu˗˗dengan paman
Jomoq˗˗dukun suku˗˗tentang makna dan keberadaan Tuhan. Tuan Smith
memperkenalkan agama Kristen, yang ditolak oleh suku itu karena mereka
sudah memiliki Tuhan sendiri. Hal itu dibuktikan di depan orang Barat
itu.
Sementara itu, upacara demi upacara berlangsung dalam suku tersebut.
Mulai seorang anak dilahirkan, belajar berjalan, menginjak masa remaja,
masa dewasa, perkawinan, sampai upacara kematiannya. Ketika seseorang
meninggalkan dunia fana, upacara sesungguhnya belum selesai baginya.
Orang-orang sesuku terus mengadakan upacara untuknya guna mengantarkan
arwahnya ke surga. Hal ini menjadi bahan renungan dalam diri pemuda itu:
“Inikah hidup? Sering aku berpikir begitu. Hanya siklus upacara demi
upacara. Atau hidup ini memang upacara itu sendiri? Lalu apakah tujuan
hidup itu datang. Ada. Lalu pergi lagi. Hilang tak berbekas. Inikah yang
dinamai hidup? Kalau bukan, lalu bagaimanakah yang dinamakan hidup?
Tetapi kalau ya?” (hlm. 108).
Meskipun ia tak beriman, kejadian-kejadian gaib ternyata di hadapannya.
Ia saksikan seorang balian˗˗tabib˗˗muda mengoperasi seorang gadis yang
punggungnya berbisul nanah besar. Aneh. Gadis itu tak merasakan
kesakitan sedikit pun dan lukanya tak berbekas. Yang lebih nyata lagi
adalah upacara meruwat dirinya sendiri, yang langsung sembuh ketika
upacara selesai dilangsungkan. Ia merasakan kejadian itu sungguh aneh.
Source: http://www.ilmubahasa.net/2015/01/cerita-novel-online-upacara.html
Disalin www.ilmubahasa.net, Gudangnya Materi Ilmu Bahasa, Media Karya Sastra dan Informasi.
Source: http://www.ilmubahasa.net/2015/01/cerita-novel-online-upacara.html
Disalin www.ilmubahasa.net, Gudangnya Materi Ilmu Bahasa, Media Karya Sastra dan Informasi.
Pengarang : Korrie
Layun Rampan (17 Agustus 1953)
Penerbit : Pustaka Jaya
Tahun : 1978
Cerita Novel Online - Upacara
Sinopsis Novel Online
Di sebuah perkampungan suku Dayak di daerah pedalaman Kalimantan,
seorang pemuda keturunan suku itu mencoba memahami tradisi dan
adat-istiadat yang hidup di masyarakatnya. Kehidupannya dan orang-orang
di sekililingnya yang tak pernah lepas dari upacara-upacara adat,
membuat pikirannya selalu diliputi berbagai pertanyaan yang tak pernah
membuat dirinya puas. Mula-mula, mengapa Waning–tunangannya˗˗harus mati
disergap jewata –Dewa air yang diwujudkan dengan buaya. “Alam begitu
kejam dan ganas. Merenggut nyawa dan kasih. Memetah kebahagiaan yang
sedang bertunas” (hlm. 71). Jiwa pemuda itu pun terguncang. Waning yang
amat dicintainya telah pergi diterkam buaya tua yang kelaparan.
Sebelum itu, ia merasakan telah dibawa berkelana bersama kakeknya yang
telah lama wafat. Lalu, kakeknya melepaskannya agar ia terus melanjutkan
perjalanannya sendiri. Ia harus melewati berbagai percobaan, berbagai
rintangan yang harus ditaklukkan sebelum ia sampai ke lumut –ke surga.
Bersama dengan keadaan yang dialaminya itu, orang-orang sedesanya
mengadakan upacara meruwat. Upacara yang dimaksudkan untuk merebut jiwa
pemuda itu yang konon ada dalam genggaman dewa dan dijadikan sebagai
sandera. Lewat serangkaian upacara itulah, pemuda itu dapat disembuhkan.
Desa suku Dayak di pedalaman Kalimantan itu juga sering didatangi oleh
seorang antropolog yang sedang melakukan penelitian terhadap suku itu.
Terjadi perdebatan antara Tuan Smith –nama antropolog itu˗˗dengan paman
Jomoq˗˗dukun suku˗˗tentang makna dan keberadaan Tuhan. Tuan Smith
memperkenalkan agama Kristen, yang ditolak oleh suku itu karena mereka
sudah memiliki Tuhan sendiri. Hal itu dibuktikan di depan orang Barat
itu.
Sementara itu, upacara demi upacara berlangsung dalam suku tersebut.
Mulai seorang anak dilahirkan, belajar berjalan, menginjak masa remaja,
masa dewasa, perkawinan, sampai upacara kematiannya. Ketika seseorang
meninggalkan dunia fana, upacara sesungguhnya belum selesai baginya.
Orang-orang sesuku terus mengadakan upacara untuknya guna mengantarkan
arwahnya ke surga. Hal ini menjadi bahan renungan dalam diri pemuda itu:
“Inikah hidup? Sering aku berpikir begitu. Hanya siklus upacara demi
upacara. Atau hidup ini memang upacara itu sendiri? Lalu apakah tujuan
hidup itu datang. Ada. Lalu pergi lagi. Hilang tak berbekas. Inikah yang
dinamai hidup? Kalau bukan, lalu bagaimanakah yang dinamakan hidup?
Tetapi kalau ya?” (hlm. 108).
Meskipun ia tak beriman, kejadian-kejadian gaib ternyata di hadapannya.
Ia saksikan seorang balian˗˗tabib˗˗muda mengoperasi seorang gadis yang
punggungnya berbisul nanah besar. Aneh. Gadis itu tak merasakan
kesakitan sedikit pun dan lukanya tak berbekas. Yang lebih nyata lagi
adalah upacara meruwat dirinya sendiri, yang langsung sembuh ketika
upacara selesai dilangsungkan. Ia merasakan kejadian itu sungguh aneh.
Source: http://www.ilmubahasa.net/2015/01/cerita-novel-online-upacara.html
Disalin www.ilmubahasa.net, Gudangnya Materi Ilmu Bahasa, Media Karya Sastra dan Informasi.
Source: http://www.ilmubahasa.net/2015/01/cerita-novel-online-upacara.html
Disalin www.ilmubahasa.net, Gudangnya Materi Ilmu Bahasa, Media Karya Sastra dan Informasi.
Pengarang : Korrie
Layun Rampan (17 Agustus 1953)
Penerbit : Pustaka Jaya
Tahun : 1978
Cerita Novel Online - Upacara
Sinopsis Novel Online
Di sebuah perkampungan suku Dayak di daerah pedalaman Kalimantan,
seorang pemuda keturunan suku itu mencoba memahami tradisi dan
adat-istiadat yang hidup di masyarakatnya. Kehidupannya dan orang-orang
di sekililingnya yang tak pernah lepas dari upacara-upacara adat,
membuat pikirannya selalu diliputi berbagai pertanyaan yang tak pernah
membuat dirinya puas. Mula-mula, mengapa Waning–tunangannya˗˗harus mati
disergap jewata –Dewa air yang diwujudkan dengan buaya. “Alam begitu
kejam dan ganas. Merenggut nyawa dan kasih. Memetah kebahagiaan yang
sedang bertunas” (hlm. 71). Jiwa pemuda itu pun terguncang. Waning yang
amat dicintainya telah pergi diterkam buaya tua yang kelaparan.
Sebelum itu, ia merasakan telah dibawa berkelana bersama kakeknya yang
telah lama wafat. Lalu, kakeknya melepaskannya agar ia terus melanjutkan
perjalanannya sendiri. Ia harus melewati berbagai percobaan, berbagai
rintangan yang harus ditaklukkan sebelum ia sampai ke lumut –ke surga.
Bersama dengan keadaan yang dialaminya itu, orang-orang sedesanya
mengadakan upacara meruwat. Upacara yang dimaksudkan untuk merebut jiwa
pemuda itu yang konon ada dalam genggaman dewa dan dijadikan sebagai
sandera. Lewat serangkaian upacara itulah, pemuda itu dapat disembuhkan.
Desa suku Dayak di pedalaman Kalimantan itu juga sering didatangi oleh
seorang antropolog yang sedang melakukan penelitian terhadap suku itu.
Terjadi perdebatan antara Tuan Smith –nama antropolog itu˗˗dengan paman
Jomoq˗˗dukun suku˗˗tentang makna dan keberadaan Tuhan. Tuan Smith
memperkenalkan agama Kristen, yang ditolak oleh suku itu karena mereka
sudah memiliki Tuhan sendiri. Hal itu dibuktikan di depan orang Barat
itu.
Sementara itu, upacara demi upacara berlangsung dalam suku tersebut.
Mulai seorang anak dilahirkan, belajar berjalan, menginjak masa remaja,
masa dewasa, perkawinan, sampai upacara kematiannya. Ketika seseorang
meninggalkan dunia fana, upacara sesungguhnya belum selesai baginya.
Orang-orang sesuku terus mengadakan upacara untuknya guna mengantarkan
arwahnya ke surga. Hal ini menjadi bahan renungan dalam diri pemuda itu:
“Inikah hidup? Sering aku berpikir begitu. Hanya siklus upacara demi
upacara. Atau hidup ini memang upacara itu sendiri? Lalu apakah tujuan
hidup itu datang. Ada. Lalu pergi lagi. Hilang tak berbekas. Inikah yang
dinamai hidup? Kalau bukan, lalu bagaimanakah yang dinamakan hidup?
Tetapi kalau ya?” (hlm. 108).
Meskipun ia tak beriman, kejadian-kejadian gaib ternyata di hadapannya.
Ia saksikan seorang balian˗˗tabib˗˗muda mengoperasi seorang gadis yang
punggungnya berbisul nanah besar. Aneh. Gadis itu tak merasakan
kesakitan sedikit pun dan lukanya tak berbekas. Yang lebih nyata lagi
adalah upacara meruwat dirinya sendiri, yang langsung sembuh ketika
upacara selesai dilangsungkan. Ia merasakan kejadian itu sungguh aneh.
Source: http://www.ilmubahasa.net/2015/01/cerita-novel-online-upacara.html
Disalin www.ilmubahasa.net, Gudangnya Materi Ilmu Bahasa, Media Karya Sastra dan Informasi.
Source: http://www.ilmubahasa.net/2015/01/cerita-novel-online-upacara.html
Disalin www.ilmubahasa.net, Gudangnya Materi Ilmu Bahasa, Media Karya Sastra dan Informasi.
Pengarang : Korrie
Layun Rampan (17 Agustus 1953)
Penerbit : Pustaka Jaya
Tahun : 1978
Cerita Novel Online - Upacara
Sinopsis Novel Online
Di sebuah perkampungan suku Dayak di daerah pedalaman Kalimantan,
seorang pemuda keturunan suku itu mencoba memahami tradisi dan
adat-istiadat yang hidup di masyarakatnya. Kehidupannya dan orang-orang
di sekililingnya yang tak pernah lepas dari upacara-upacara adat,
membuat pikirannya selalu diliputi berbagai pertanyaan yang tak pernah
membuat dirinya puas. Mula-mula, mengapa Waning–tunangannya˗˗harus mati
disergap jewata –Dewa air yang diwujudkan dengan buaya. “Alam begitu
kejam dan ganas. Merenggut nyawa dan kasih. Memetah kebahagiaan yang
sedang bertunas” (hlm. 71). Jiwa pemuda itu pun terguncang. Waning yang
amat dicintainya telah pergi diterkam buaya tua yang kelaparan.
Sebelum itu, ia merasakan telah dibawa berkelana bersama kakeknya yang
telah lama wafat. Lalu, kakeknya melepaskannya agar ia terus melanjutkan
perjalanannya sendiri. Ia harus melewati berbagai percobaan, berbagai
rintangan yang harus ditaklukkan sebelum ia sampai ke lumut –ke surga.
Bersama dengan keadaan yang dialaminya itu, orang-orang sedesanya
mengadakan upacara meruwat. Upacara yang dimaksudkan untuk merebut jiwa
pemuda itu yang konon ada dalam genggaman dewa dan dijadikan sebagai
sandera. Lewat serangkaian upacara itulah, pemuda itu dapat disembuhkan.
Desa suku Dayak di pedalaman Kalimantan itu juga sering didatangi oleh
seorang antropolog yang sedang melakukan penelitian terhadap suku itu.
Terjadi perdebatan antara Tuan Smith –nama antropolog itu˗˗dengan paman
Jomoq˗˗dukun suku˗˗tentang makna dan keberadaan Tuhan. Tuan Smith
memperkenalkan agama Kristen, yang ditolak oleh suku itu karena mereka
sudah memiliki Tuhan sendiri. Hal itu dibuktikan di depan orang Barat
itu.
Sementara itu, upacara demi upacara berlangsung dalam suku tersebut.
Mulai seorang anak dilahirkan, belajar berjalan, menginjak masa remaja,
masa dewasa, perkawinan, sampai upacara kematiannya. Ketika seseorang
meninggalkan dunia fana, upacara sesungguhnya belum selesai baginya.
Orang-orang sesuku terus mengadakan upacara untuknya guna mengantarkan
arwahnya ke surga. Hal ini menjadi bahan renungan dalam diri pemuda itu:
“Inikah hidup? Sering aku berpikir begitu. Hanya siklus upacara demi
upacara. Atau hidup ini memang upacara itu sendiri? Lalu apakah tujuan
hidup itu datang. Ada. Lalu pergi lagi. Hilang tak berbekas. Inikah yang
dinamai hidup? Kalau bukan, lalu bagaimanakah yang dinamakan hidup?
Tetapi kalau ya?” (hlm. 108).
Meskipun ia tak beriman, kejadian-kejadian gaib ternyata di hadapannya.
Ia saksikan seorang balian˗˗tabib˗˗muda mengoperasi seorang gadis yang
punggungnya berbisul nanah besar. Aneh. Gadis itu tak merasakan
kesakitan sedikit pun dan lukanya tak berbekas. Yang lebih nyata lagi
adalah upacara meruwat dirinya sendiri, yang langsung sembuh ketika
upacara selesai dilangsungkan. Ia merasakan kejadian itu sungguh aneh.
Source: http://www.ilmubahasa.net/2015/01/cerita-novel-online-upacara.html
Disalin www.ilmubahasa.net, Gudangnya Materi Ilmu Bahasa, Media Karya Sastra dan Informasi.
Source: http://www.ilmubahasa.net/2015/01/cerita-novel-online-upacara.html
Disalin www.ilmubahasa.net, Gudangnya Materi Ilmu Bahasa, Media Karya Sastra dan Informasi.
Pengarang : Korrie
Layun Rampan (17 Agustus 1953)
Penerbit : Pustaka Jaya
Tahun : 1978
Cerita Novel Online - Upacara
Sinopsis Novel Online
Di sebuah perkampungan suku Dayak di daerah pedalaman Kalimantan,
seorang pemuda keturunan suku itu mencoba memahami tradisi dan
adat-istiadat yang hidup di masyarakatnya. Kehidupannya dan orang-orang
di sekililingnya yang tak pernah lepas dari upacara-upacara adat,
membuat pikirannya selalu diliputi berbagai pertanyaan yang tak pernah
membuat dirinya puas. Mula-mula, mengapa Waning–tunangannya˗˗harus mati
disergap jewata –Dewa air yang diwujudkan dengan buaya. “Alam begitu
kejam dan ganas. Merenggut nyawa dan kasih. Memetah kebahagiaan yang
sedang bertunas” (hlm. 71). Jiwa pemuda itu pun terguncang. Waning yang
amat dicintainya telah pergi diterkam buaya tua yang kelaparan.
Sebelum itu, ia merasakan telah dibawa berkelana bersama kakeknya yang
telah lama wafat. Lalu, kakeknya melepaskannya agar ia terus melanjutkan
perjalanannya sendiri. Ia harus melewati berbagai percobaan, berbagai
rintangan yang harus ditaklukkan sebelum ia sampai ke lumut –ke surga.
Bersama dengan keadaan yang dialaminya itu, orang-orang sedesanya
mengadakan upacara meruwat. Upacara yang dimaksudkan untuk merebut jiwa
pemuda itu yang konon ada dalam genggaman dewa dan dijadikan sebagai
sandera. Lewat serangkaian upacara itulah, pemuda itu dapat disembuhkan.
Desa suku Dayak di pedalaman Kalimantan itu juga sering didatangi oleh
seorang antropolog yang sedang melakukan penelitian terhadap suku itu.
Terjadi perdebatan antara Tuan Smith –nama antropolog itu˗˗dengan paman
Jomoq˗˗dukun suku˗˗tentang makna dan keberadaan Tuhan. Tuan Smith
memperkenalkan agama Kristen, yang ditolak oleh suku itu karena mereka
sudah memiliki Tuhan sendiri. Hal itu dibuktikan di depan orang Barat
itu.
Sementara itu, upacara demi upacara berlangsung dalam suku tersebut.
Mulai seorang anak dilahirkan, belajar berjalan, menginjak masa remaja,
masa dewasa, perkawinan, sampai upacara kematiannya. Ketika seseorang
meninggalkan dunia fana, upacara sesungguhnya belum selesai baginya.
Orang-orang sesuku terus mengadakan upacara untuknya guna mengantarkan
arwahnya ke surga. Hal ini menjadi bahan renungan dalam diri pemuda itu:
“Inikah hidup? Sering aku berpikir begitu. Hanya siklus upacara demi
upacara. Atau hidup ini memang upacara itu sendiri? Lalu apakah tujuan
hidup itu datang. Ada. Lalu pergi lagi. Hilang tak berbekas. Inikah yang
dinamai hidup? Kalau bukan, lalu bagaimanakah yang dinamakan hidup?
Tetapi kalau ya?” (hlm. 108).
Meskipun ia tak beriman, kejadian-kejadian gaib ternyata di hadapannya.
Ia saksikan seorang balian˗˗tabib˗˗muda mengoperasi seorang gadis yang
punggungnya berbisul nanah besar. Aneh. Gadis itu tak merasakan
kesakitan sedikit pun dan lukanya tak berbekas. Yang lebih nyata lagi
adalah upacara meruwat dirinya sendiri, yang langsung sembuh ketika
upacara selesai dilangsungkan. Ia merasakan kejadian itu sungguh aneh.
Source: http://www.ilmubahasa.net/2015/01/cerita-novel-online-upacara.html
Disalin www.ilmubahasa.net, Gudangnya Materi Ilmu Bahasa, Media Karya Sastra dan Informasi.
Source: http://www.ilmubahasa.net/2015/01/cerita-novel-online-upacara.html
Disalin www.ilmubahasa.net, Gudangnya Materi Ilmu Bahasa, Media Karya Sastra dan Informasi.
0 komentar:
Posting Komentar