Karya Putu Wijaya
I Gusti Ngurah Ketut Mantri adalah seorang yang mati tertembak Belanda
pada masa perang kemerdekaan. Ia memiliki seorang istri yang juga
keturunan bangsawan, bernama Gusti Biang. Hingga menjelang masa tuanya,
Gusti Biang menganggap bahwa I Gusti Ngurah Ketut Mantri adalah pahlawan
kemerdekaan yang gugur tertembak oleh Belanda. Ia merasa bangga sebagai
istri seorang pahlawan.
Pasangan Gusti Biang dan I Gusti Ngurah Ketut memiliki seorang putera
bernama Ngurah. Ketika usianya menginjak remaja, ia diizinkan orang
tuanya untuk melanjutkan sekolah di sebuah perguruan tingi di kota
Yogyakarta. Namun, ia gagal dan kembali ke kampung halamannya.
Kepulangannya Ngurah disambut Ibunya dengan suka cita karena ia memang
tidak ingin berpisah dari anak semata wayangnya itu.
Gusti Biang, merasa bangga atas kepahlawanan mendiang suaminya itu.
Selain itu, ia pun bangga akan kebangsawannya sehingga ia memiliki
martabat yang lebih tinggi dibandingkan dengan orang orang sekitarnya.
Dalam menjalani sisa sisa hidupnya. Ia ditemani oleh dua pelayannya yang
setia, Wayan dan Nyoman. Wayan adalah teman sepermainan I Gusti Ketut
Mantri, suami dari Gusti Biang, yang kemudian menjadi pembantu di
rumahnya selama hampir dua puluh lima tahun, sedangkan Nyoman adalah
anak dari suatu keluarga miskin dari desa Meililing yang dibesarkan oleh
keluarga Gusti Biang. Tanpa sepengetahuan dirinya, Nyoman telah
menjalin hubungan cinta kasih dengan Ngurah.
Kedua pembantu itu sangat setia kepada majikannya sekalipun Gusti Biang
selalu memperlakukan mereka dengan sewenang wenang. Majikan mereka yang
mulai pikun kerapkali menghina dan mencaci maki mereka. Ia tidak pernah
menghargai kesetiaan dan pengabdian mereka. Wayan selalu berusaha
menahan diri untuk bersabar menerima perlakuan majikannya, namun tidak
demikian halnya dengan Nyoman. Ia bahkan sering berniat untuk melarikan
diri dari rumah majikannya kalau saja Wayan tidak berusaha menahannya.
Pada suatu hari, perlakuan Gusti Biang kian melawati batas. Wanita tua
yang pikun ini semakin rewel dan sering menghina kedua pembantunya. Hal
itu membuat Nyoman merasa tidak lagi sanggup bertahan menghadapinya dan
ia pun melarikan diri dari rumah majikannya tanpa sepengetahuan Wayan.
Mengetahui kepergian Nyoman yang secara tiba tiba itu, Wayan merasa
sangat menyesal. Sementara itu, Gusti Biang justru merasa senang atas
kepergian gadis itu, ia telah mengusirnya karena ia merasa dengki dengan
kemudaan gadis itu. Namun, sebelum gadis itu meninggalkan rumahnya,
Gusti Biang menyebutkan sejumlah uang yang ia keluarkan selama gadis itu
tinggal di rumahnya.
Kini tinggallah Wayan seorang diri yang melayani wanitatua yang pikun
itu. Perlakuan majikannya yang semakin hari semakin melewati batas,
membuat ia bertekad untuk membeberkan suatu peristiwa yang selama ini
disimpannya rapat rapat. Dengan terus terang, ia mengatakan bahwa
Nyoman, pembantu wanita yang telah diusir majikannya adalah tunangannya
Ngurah. Ia juga menjelaskan kepadanya bahwa keduanya telah lama menjalin
hubungan kekasih.
Mendengar penuturan Wayan, sang majikan sangat marah. Dengan kasarnya,
ia mengatakan bahwa semua yang terjadi ini merupakan kesalahan Wayan
karena ia tidak berhasil memperistri Nyoman. Keduanya bertengkar dan
masing masing berusaha mempertahankan dirinya sendiri. Dari pertengkaran
itu, terungkap bahwa suami Gusti Biang bukanlah pahlawan, malainkan
mata mata NICA.
Ketika mengetahui bahwa pertengkaran itu tidak akan pernah selesai,
Wayan akhirnya memutuskan untuk meninggalkan majikannya dan pulang
kembali ke desanya. Pada saat itu, datanglah Ngurah menemui ibunya dan
ia menceritakan keinginannya untuk meminang Nyoman sebagai istrinya.
Tentu saja, hal itu membuat Gusti Biang semakin marah.
Wanita tua itu semakin marah ketika ia melihat Wayan hendak pergi dari
rumahnya sambil menyandang bedil kepunyaannya. Bedil itulah yang telah
menewaskan suaminya. Ia bersikeras bahwa bedil itu adalah miliknya,
bukan milik Wayan. Namun, Wayan dengan tegas menyatakan bahwa bedil itu
adalah miliknya dan dialah yang telah menembakkan bedil itu kepada I
Gusti Ngurah Mantri. Pada saat itu, ia merupakan anggota dari Ciung
Wanara yang bertugas menembak mata mata NICA. Dialah yang menembak suami
Gusti Biang, sang penghianat itu.
Wayan juga membeberkan bahwa I Gusti Ngurah Mantri adalah seorang banci
yang menikahi kelima belas istrinya hanya untuk menutupi kemandulannya.
Bahkan, ia membeberkan bahwa Gusti Biang adalah kekasih Wayan, namun
karena ia bukan keturunan bangsawan, Gusti Biang meninggalkannya dan
memilih I Gusti Ketut Mantri sebagai suaminya. Ia juga menjelaskan bahwa
Ngurah adalah anak kandungnya. Itulah sebabnya, ia menjaga Gusti Biang
hingga masa tuanya. Ngurah sangat terkejut mendengar semua cerita itu.
Ia baru mengetahui bahwa ia bukanlah kandung dari I Gusti Ngurah Mantri,
melainkan anak kandung Wayan, orang yang selama ini ia anggap sebagai
pembantu.
Gusti Biang mau tidak mau mengakui semua cerita itu. Dalam hatinya, ia
pun masih mencintai Wayan. Akhirnya, ia memutuskan untuk menyetujui
pernikahan Nyoman dengan Ngurah. Tentu saja, hal ini membuat Ngurah
merasa senang bukan alang kepalang dan ia segera menyusul Nyoman ke
desanya. Setelah kepergian Ngurah, kedua orang yang pernah memiliki
jalinan cinta di masa mudanya, Wayan dan Gusti Biang, sama sama
tertunduk. Gusti Bian menitikkan air matanya, dan Wayan pun menghapus
air mata dari orang yang pernah dicintainya. Keduanya pun tenggelam
dalam perasaan cinta yang mendalam pada usia tua mereka.
0 komentar:
Posting Komentar