Translate

CERPEN BILA MALAM SEMAKIN KELAM

Written By iqbal_editing on Selasa, 25 April 2017 | 06.07

Karya Putu Wijaya
Cerpen BILA MALAM BERTAMBAH KELAM

I Gusti Ngurah Ketut Mantri adalah seorang yang mati tertembak Belanda pada masa perang kemerdekaan. Ia memiliki seorang istri yang juga keturunan bangsawan, bernama Gusti Biang. Hingga menjelang masa tuanya, Gusti Biang menganggap bahwa I Gusti Ngurah Ketut Mantri adalah pahlawan kemerdekaan yang gugur tertembak oleh Belanda. Ia merasa bangga sebagai istri seorang pahlawan.
Pasangan Gusti Biang dan I Gusti Ngurah Ketut memiliki seorang putera bernama Ngurah. Ketika usianya menginjak remaja, ia diizinkan orang tuanya untuk melanjutkan sekolah di sebuah perguruan tingi di kota Yogyakarta. Namun, ia gagal dan kembali ke kampung halamannya. Kepulangannya Ngurah disambut Ibunya dengan suka cita karena ia memang tidak ingin berpisah dari anak semata wayangnya itu.
Gusti Biang, merasa bangga atas kepahlawanan mendiang suaminya itu. Selain itu, ia pun bangga akan kebangsawannya sehingga ia memiliki martabat yang lebih tinggi dibandingkan dengan orang orang sekitarnya. Dalam menjalani sisa sisa hidupnya. Ia ditemani oleh dua pelayannya yang setia, Wayan dan Nyoman. Wayan adalah teman sepermainan I Gusti Ketut Mantri, suami dari Gusti Biang, yang kemudian menjadi pembantu di rumahnya selama hampir dua puluh lima tahun, sedangkan Nyoman adalah anak dari suatu keluarga miskin dari desa Meililing yang dibesarkan oleh keluarga Gusti Biang. Tanpa sepengetahuan dirinya, Nyoman telah menjalin hubungan cinta kasih dengan Ngurah.
Kedua pembantu itu sangat setia kepada majikannya sekalipun Gusti Biang selalu memperlakukan mereka dengan sewenang wenang. Majikan mereka yang mulai pikun kerapkali menghina dan mencaci maki mereka. Ia tidak pernah menghargai kesetiaan dan pengabdian mereka. Wayan selalu berusaha menahan diri untuk bersabar menerima perlakuan majikannya, namun tidak demikian halnya dengan Nyoman. Ia bahkan sering berniat untuk melarikan diri dari rumah majikannya kalau saja Wayan tidak berusaha menahannya.
Pada suatu hari, perlakuan Gusti Biang kian melawati batas. Wanita tua yang pikun ini semakin rewel dan sering menghina kedua pembantunya. Hal itu membuat Nyoman merasa tidak lagi sanggup bertahan menghadapinya dan ia pun melarikan diri dari rumah majikannya tanpa sepengetahuan Wayan. Mengetahui kepergian Nyoman yang secara tiba tiba itu, Wayan merasa sangat menyesal. Sementara itu, Gusti Biang justru merasa senang atas kepergian gadis itu, ia telah mengusirnya karena ia merasa dengki dengan kemudaan gadis itu. Namun, sebelum gadis itu meninggalkan rumahnya, Gusti Biang menyebutkan sejumlah uang yang ia keluarkan selama gadis itu tinggal di rumahnya.
Kini tinggallah Wayan seorang diri yang melayani wanitatua yang pikun itu. Perlakuan majikannya yang semakin hari semakin melewati batas, membuat ia bertekad untuk membeberkan suatu peristiwa yang selama ini disimpannya rapat rapat. Dengan terus terang, ia mengatakan bahwa Nyoman, pembantu wanita yang telah diusir majikannya adalah tunangannya Ngurah. Ia juga menjelaskan kepadanya bahwa keduanya telah lama menjalin hubungan kekasih.
Mendengar penuturan Wayan, sang majikan sangat marah. Dengan kasarnya, ia mengatakan bahwa semua yang terjadi ini merupakan kesalahan Wayan karena ia tidak berhasil memperistri Nyoman. Keduanya bertengkar dan masing masing berusaha mempertahankan dirinya sendiri. Dari pertengkaran itu, terungkap bahwa suami Gusti Biang bukanlah pahlawan, malainkan mata mata NICA.
Ketika mengetahui bahwa pertengkaran itu tidak akan pernah selesai, Wayan akhirnya memutuskan untuk meninggalkan majikannya dan pulang kembali ke desanya. Pada saat itu, datanglah Ngurah menemui ibunya dan ia menceritakan keinginannya untuk meminang Nyoman sebagai istrinya. Tentu saja, hal itu membuat Gusti Biang semakin marah.
Wanita tua itu semakin marah ketika ia melihat Wayan hendak pergi dari rumahnya sambil menyandang bedil kepunyaannya. Bedil itulah yang telah menewaskan suaminya. Ia bersikeras bahwa bedil itu adalah miliknya, bukan milik Wayan. Namun, Wayan dengan tegas menyatakan bahwa bedil itu adalah miliknya dan dialah yang telah menembakkan bedil itu kepada I Gusti Ngurah Mantri. Pada saat itu, ia merupakan anggota dari Ciung Wanara yang bertugas menembak mata mata NICA. Dialah yang menembak suami Gusti Biang, sang penghianat itu.
Wayan juga membeberkan bahwa I Gusti Ngurah Mantri adalah seorang banci yang menikahi kelima belas istrinya hanya untuk menutupi kemandulannya. Bahkan, ia membeberkan bahwa Gusti Biang adalah kekasih Wayan, namun karena ia bukan keturunan bangsawan, Gusti Biang meninggalkannya dan memilih I Gusti Ketut Mantri sebagai suaminya. Ia juga menjelaskan bahwa Ngurah adalah anak kandungnya. Itulah sebabnya, ia menjaga Gusti Biang hingga masa tuanya. Ngurah sangat terkejut mendengar semua cerita itu. Ia baru mengetahui bahwa ia bukanlah kandung dari I Gusti Ngurah Mantri, melainkan anak kandung Wayan, orang yang selama ini ia anggap sebagai pembantu.
Gusti Biang mau tidak mau mengakui semua cerita itu. Dalam hatinya, ia pun masih mencintai Wayan. Akhirnya, ia memutuskan untuk menyetujui pernikahan Nyoman dengan Ngurah. Tentu saja, hal ini membuat Ngurah merasa senang bukan alang kepalang dan ia segera menyusul Nyoman ke desanya. Setelah kepergian Ngurah, kedua orang yang pernah memiliki jalinan cinta di masa mudanya, Wayan dan Gusti Biang, sama sama tertunduk. Gusti Bian menitikkan air matanya, dan Wayan pun menghapus air mata dari orang yang pernah dicintainya. Keduanya pun tenggelam dalam perasaan cinta yang mendalam pada usia tua mereka.

0 komentar:

Posting Komentar

 
berita unik