CERPEN MELUKIS DI AWAN
Oleh : Methia Farina
Tak dapat kujangkau diatas sana, tanganku tak sampai memegang bola api
yang besar itu. Hanya kemauan dan kegigihan yang membuatku bertahan dititik
kelemahanku. Rasa putus asa hampir saja hinggap di benakku, langsung
kuelakkan pikiran yang menggoyahkanku.
“Karti…! Tolong Bantu ibu Nak…!”
(Terdengar suara ibu dibalik pintu yang rapuh,
serbuk-serbuk kayunya mulai habis)
Lamunan Karti buyar dari impiannya.
“Iya Bu…!”
Kubuka pintu yang tampak reyot.
Hatiku iba melihat ibu pulang dari sawah menjunjung pelepah kelapa untuk
dijadikan bahan bakar. Kehidupan kami sehari-hari hanya apa adanya, jika hari
ini tidak ada beras, aku disuruh ibu untuk meminjam kepada kakek. Jarak antara
rumah kami dengan rumah kakek tidak terlalu jauh cuma 1 km. Kami tidak pernah
makan dengan makanan yang enak, jangankan makan sambal ayam, uang untuk beli
cabe saja keluarga kami tidak mampu. Jika tidak ada sambal, hanya garamlah yang
menemani kami makan.
Apakah cita-citaku pupus ditengah ekonomi keluargaku tidak memadai. Aku
bisa sampai sekolah sekarang ini hanya berkat kemampuanku. Aku mendapat
beasiswa sampai MAN sekarang ini.
Apakah aku bisa melukis tanpa kanvas. Kata orang, kamu tidak akan bisa
melukis tanpa bahan pokoknya. Aku tersandarkan diri mengingat perkataan
tetanggaku. Mungkin karena aku adalah hanya seorang anak tani, yang hanya
menompang di sawah orang. Tapi aku bangga kepada ibu, meski ayah telah tiada,
ibu tetap semangat, demi menghidupi aku anak semata wayangnya. Hampa
pandanganku, melihat mata ibu yang memerah, terik cahaya matahari telah
membakar bola matanya yang bening, aku ingin melindungi ibu, perihku di dalam
hati.
Cita-cita yang begitu mulia, aku ingin menuntut ilmu ke Madinah, menggali
ilmu, membuang jauh-jauh kebodohan. Madinah tempat kelahiran Nabi Muhammad saw.
Aku masih ingat ketika ayah masih berada dipelupuk mataku, ayah sering
bercerita tentang kehidupan Rasulullah saw. Aku terpana mendengar cerita ayah,
Rasulullah telah menjadi yatim piatu ketika berusia 6 tahun, jika aku mengingat
semua yang diceritakan ayah. Air mataku mengalir seperti derasnya air hujan
yang turun. Aku juga merasakan seperti kehidupan Rasulullah, aku ditinggal oleh
ayah disaat aku benar-benar membutuhkan sosok seorang ayah.
***
Walaupun aku tidak bisa melanjutkan studiku ke luar negeri, namun aku
sangat bersyukur masih bisa merasakan dunia perkuliahan di IAIN Imam Bonjol
Padang. Aku terus melacak situs tentang Universitas Islam Madinah (UIM) di
internet, kutelusuri beasiswa disana, ternyata yang kuliah dan bisa dapat
beasiswa hanya untuk ikhwan, yang untuk akhwat hanya di Ummul Qura Mekah dan
Universitas al-Azhar di Mesir. Harapanku tak berhenti disini aku terus mencari
informasi.
Menulis adalah salah satu jalanku untuk
mencari nafkah, selain itu menulis bagiku juga menyebarkan pencerahan. Awalnya
aku tidak tertarik dengan dunia tulis menulis. Inspirasi dan keinginan muncul
ketika seorang sahabat mengatakan aku berbakat untuk menulis. Sampai saat ini
aku menulis diriku, menulis jalan hidupku, menulis alam dari hasil membaca
alam, dan aku mencoba menulis mimpiku.
Tiada kakak tiada adik yang memberiku motivasi, sungguh berat kujalankan
hidup ini dengan sendirinya. Kesendirian adalah anugerah yang diberikan Tuhan
untukku. Aku tidak pernah berkeluh kesah dengan keadaanku. Aku selalu bersyukur
terhadap apa yang aku punya. Dibalik kesabaranku Tuhan memberikanku seorang
sahabat yang mendukungku untuk menulis, memberi inspirasi dan semangat. Aku
tidak pernah meminta kepada Tuhan untuk diberikan seorang sahabat, namun aku
hanya berharap memiliki sahabat yang memberiku inspirasi untuk bangkit. Nama
sahabat itu adalah Asyraf.
Semua telah di tempatkan Tuhan di tempatnya masing-masing, fikirku,
mungkin inilah jalanku.
Nilaiku diperkuliahan tak pernah di bawah 3,5. Aku lulus dengan
mendapatkan nilai comloud. Nilaiku cukup membuat hati ibuku senang. Halal dan
baik adalah moto hidupku. Aku juga mahir dalam menerjemahkan Bahasa Arab,
didukung dari jurusanku yaitu Pendidikan Bahasa Arab. Aku diminta oleh salah satu badan pemerintah untuk menerjemahkan Bahasa Arab ke
dalam Bahasa Indonesia. Aku mengabdikan diri selalma 6 bulan di sana.
Aku merasa perih belum bisa melanjutkakn studiku ke Haramain, dua tempat
yang selama ini aku impikan. Karena dua persyaratan belum bisa aku penuhi yaitu
masalah finansial dan muhrimku. Begitulah ilmu itu sangat mahal sekali. Aku
hampir putus asa, uang yang aku kumpulkan selama enam bulan belum cukup untuk
ke sana.
***
Tit…tit…
Tit…tit…
(Bunyi klakson kendaraan pos)
Aku segera keluar dari kosku.
“ Assalamu’alaikum…maaf pak tadi
saya sedang memasak di dapur.”
“ Wa’alaikumussalam, tidak apa-apa Karti..”
“ Oh ya pak! Ada surat dari ibu ?”
“ Ibumu belum mengirimkan surat, ini ada
dua buah surat
untukmu.”
“ Mm…terima kasih Pak!”
“ Sama-sama Karti, bapak pergi dulu, Assalamu’alaikum.
“ Wa’alaikumussalam…”
Hmm surat dari siapa ya, perasaan aku tidak pernah mendapat dua buah
surat bersamaan. Kubuka dulu, Bismillahirrahmaanirrahiim. Subhanallah, setelah
ku baca surat itu,
alhamdulillah ternyata aku mendapat sebuah tawaran pekerjaan dari pemerintah.
Mereka memberiku tugas untuk menerjemahkan dan menulis ilmu di Ummul Qura. Ini
adalah anugerah yang tidak terhingga untukku. Terima kasih Tuhan….
Apa ya isi surat
yang kedua. Ku buka surat
berwarna putih yang bersih itu, bismillahirrahmaanirrahiim….
Untuk sahabatku 11
Agustus 2010
Di Padang
Assalamu’alaikum wr, wb.
Maaf sebelumnya aku tidak mengabarimu selama empat tahun. Dan juga
permintaan maaf dariku karena kedatangan surat
ini datangnya tiba-tiba. Aku juga mohon maaf jika kata-kataku membuatmu
terkejut.
Adanya cinta
karena kuasa alam
Alam merombak
dunia menjadi penuh cinta
Benih-benih
cinta ditaburkan melalui angin kasih sayang
Menari-nari
dengan penuh smangat
Harapan adalah
cinta
Harapan takkan
pernah pudar
Harapan adalah
sumber kekuatan
Dan karena
harapan adalah jalan untuk merangkuh sesuatu
Kuatnya cinta
karena adanya harapan
Tingginya gunung
sulit didaki
Tingginya cinta
terhadap Sang Maha Cinta
Kasih sayang
bertebaran di seluruh permukaan bumi
Berharap ada
jalan sempurna untuk di tempuhkan
Kata-kata tak
lepas dari cinta
Suatu sandaran
dimana kita hilang arah
Disanalah cinta
yang mendamaikan
Karena cinta
penuh dengan harapan yang cerah
Jangan pernah
berharap jika tak memilliki cinta
Harapan akan
terwujud bagi yang memiliki cinta
Itulah dia
kekuatan cinta yang abadi
Yaitu cinta pada
Sang Maha Cinta.
Aku berharap karti bisa memahaminya. Aku hendak melamarmu.
Wasalam
Asyraf
Nashrul Haq
Subhanallah,,,rezki datang dengan sendirinya setelah kita berusaha. Setiap
jalan pasti ada tempat pemberhentiannya, aku akan berhenti dimana titik-titik
jalan telah kutemukan. Terima kasih ya Allah Engkau mengirimkan malaikatmu
untuk melebarkan sayapnyanya untukku. Aku masih ingat nasehat Asyraf kepadaku “
Allah pasti mengabulkan segala permintaan kita, Cuma waktu untuk terwujudnya doa
itu ditangguhkan Allah, sampai kesabaran kita diuji dalam meniti kehidupan,
mengikat ilmu dengan api yang kita nyalakan.”
Aku tahu betul, sifat Asyraf yang suka memberi kejutan. Tapi yang tidak
aku pahami darinya, sikapnya yang selalu ramah dan tak pernah marah jika aku
sering buat ulah. Asyraf selalu tersenyum. Mungkin ini adalah arti senyuman
yang penuh makna itu.
Tanpa ku sadari mataku berkaca-kaca, mata dan hati yang penuh bersyukur
dan bahagia. Aku tak lepas dari kata-kata bersyukur kepada Sang Maha Cinta.
Akhirnya cita dan cintaku terwujud.*** Padang (Terbit di Antologi Tabloid Qalam)
0 komentar:
Posting Komentar