Translate

CERPEN WISUDA

Written By iqbal_editing on Rabu, 22 Februari 2017 | 06.00

Tinggal beberapa jam lagi kau akan pulang. Kembali ke tanah kelahiranmu yang sudah 3,5 tahun ini kau tinggalkan. Kau tampak sibuk mengabadikan momen istimewa hari ini bersama teman-temanmu yang juga merupakan teman-temanku. Hatiku berdesir ketika kamu memandang kearahku kemudian melempar senyum hangatmu yang sudah lama ini tidak pernah aku rasakan. Aku membalasnya tak kalah hangat. Kenangan indah bersama dirimu melintas sekejap, entah mengapa hatiku merasa berat melepasmu pergi lebih jauh dariku.
“Jambi, selamat ya sudah wisuda,” ucapan selamat mengalir untuknya. Berbagai macam bunga berada di genggamannya. Andai salah satu bunga itu dariku. Aku hanya bisa memandanginya dari jauh tanpa berani menghampiri.

“Ayo...foto bareng!” seseorang menarik tanganku kemudian mengajakku bergabung dengan kerumunan teman-teman Komunitas Teladan scholar.

“1...2...3...,” sang photografer memberi aba-aba.

Kalau ada acara foto bareng seperti ini teman-teman pasti heboh, boleh kubilang mereka ini narsis. Aku tidak tahu sudah berapa kali jepretan, sudah berapa banyak gaya dan pose, yang pasti setelah acara wisuda ini berakhir facebookku pasti sudah penuh dengan permintaan tag foto.

“Yul...selamat ya,” bisik seseorang disampingku. Sepertinya suara kaum Adam.

Aku menoleh ke arah sumber suara. Astaga, benarkah itu? Benarkah itu dia?

***

Hari ini adalah hari yang istimewa, bagaimana tidak perjuanganku di tanah rantau akhirnya membuahkan hasil. Gelar sarjana hukum yang telah aku sandang kan kubawa pulang ke kampung halaman. Menghadiahkannya untuk keluarga, mak, abang dan juga masyarakat Jambi. Kulihat mak tampak bahagia, begitupula abangku. Jauh-jauh mereka datang dari Jambi ke Surabaya hanya untuk melihatku memakai toga hari ini. Mak, terima kasih telah datang, aku tahu perjalanan kesini tidaklah mudah bagimu.

Jambi...ayo foto-foto sek gae kenang-kenagan. Mari ngene awakmu mbalik nang jambi kan? Hiks hiks,” zainuddin teman satu komunitas sholar yang juga teman satu kontrakan memanggil.

Aku pamit kepada mak meninggalkannya sebentar untuk bergabung dengan teman-teman. Tampak mereka menyambutku dengan penuh haru dan bahagia. Satu persatu menyalami dan memberi bunga tanda selamat. Namun diantara mereka tak kujumpai dia. Dia, seseorang yang pernah mengisi hari-hariku dengan kebahagiaan namun juga pernah kusakiti hatinya. Kemana dia?

Sosok itu berdiri agak jauh dariku, berdiri diantara gerombolan kaum ukhti yang saling memberi selamat. Dia sangat cantik dibalut toga dan gaun kebaya, sungguh kau telah menjelma menjadi wanita yang anggun dan bersahaja. Aku memandanginya lama takjub akan pesonanya. Tiba-tiba kedua mata kami bertemu. Ternyata dia juga melihat ke arahku. Tanpa dikomando bibir ini menyunggingkan senyum. Tak dipercaya, diapun ikut tersenyum. Hatiku kembali berdesir.

Tibalah saatnya untuk sesi foto bersama. Diantara 50 Komunitas Teladan Shcolar hanya 9 orang yang berhasil menyelesaikan pendidikan dalam waktu 3,5 tahun. Termasuk aku dan dia. Namun, dia masih harus menyelesaikan kuliah profesi untuk bisa menjadi dokter yang sesungguhnya. Ada rasa bahagia dan juga sedih karena inilah saat-saat terakhir aku melihatnya. Aku sengaja memilih tempat berdiri disampingnya, tak kusia-siakan waktu terakhir ini hanya untuk berucap selamat kepadanya.

“Yul...selamat ya,” hanya itu kata yang keluar dari mulutku,

Dia menoleh, kedua mata kami kembali bertemu. Cukup lama kami saling bertatapan tanpa sepatah katapun kemudian dia menjawab,

“Iya..Jambi.”

***

Jambi? Dia tepat berdiri disampingku. Aku masih tak percaya mendengar suaranya kembali. Matanya yang teduh yang selama ini hilang kini tepat berada di depan mataku dengan jarak 30 cm. Aku tak bisa mengeluarkan sepatah kata apapun. Hatiku masih dilanda kebahagiaan yang berlimpah. Aku lupa apa yang baru saja dia katakan. Apakah dia bertanya sesuatu atau sekedar mengucap selamat? Apa Jambi bertanya apa selama ini aku merindukannya? Ataukah Jambi berkata maukah kau menikah denganku? Untuk semua pertanyaan itu aku akan menjawab,

“Iya..Jambi.”

Dia mengangguk ramah, kemudian mengulurkan tangannya hendak menyalamiku.

Saat aku membalas jabat tangannya kulihat sesuatu melingkar di jari manisnya. Warnanya kuning  keemasan, tak lain itu adalah, cincin? Seketika timbul banyak pertanyaan di benakku. Cincin apakah itu? bukankah sebelumnya jambi tak pernah memakai cincin? Jangan-jangan itu cincin tunangan? Tapi mengapa dia tidak pernah memberitahuku atau setidaknya memberitahu teman-temannya mengenai hal membahagiakan ini? ataukah itu cincin sakti milik sauron di film the lord of the rings? Ah, yang ini tidak mungkin.

“oh iya selamat juga buat kamu jambi, kalau nikah jangan lupa undangannya ya,” kataku setengah bercanda. Entah mengapa aku bisa berkata seperti itu. Dadaku rasanya sesak, hatiku sakit. Aku baru ingat seseorang pernah berkata padaku, ‘Jambi..sudah dijodohkan yul. Kamu tak usah berharap lagi padanya’

Aku segera berpaling dari Jambi, meninggalkannya tanpa kuberi kesempatan dia menjawab.

***

Entah apa yang membuatnya tiba-tiba kembali menjauhiku. Sepertinya dia telah  melihat cincin tunangan yang melingkar di jari ini. Sambil memandanginya dari kejauhan, dalam hati aku berkata,

“Yul, maafin aku. Aku tidak bisa menjadi yang terbaik bagimu. Namun, di sana telah  ada seorang wanita yang telah menungguku. Dia adalah wanita pilihan keluargaku. Yul, aku tau keluargamu juga menginginkan menantu yang seprofesi denganmu...dan tentu itu bukan aku...”

-the end-

Peringatan!! Cerita ini hanya fiktif belaka, jika ada kesamaan nama, tempat, alamat dan tanggal lahir mungkin kebetulan mungkin tidak. hehe. peace ^^V. Buat kesembilan sahabatku, selamat atas wisudanya. sukses terus untuk kalian... :D



 -By: AruMy-

0 komentar:

Posting Komentar

 
berita unik