Sekilas teringat kenangan saat tanggal dalam tulisan binder itu terjadi. Malam itu turun hujan. Seolah Allah memang telah merencanakan kegagalan urutan jadwal yang telah aku susun sehari sebelumnya. Padahal di siang hari sang sumber panas bumi bersinar sangat terik, menandakan tak akan turun hujan hari itu hingga malam. Kini aku sadar, Allah memang sudah mengatur semuanya agar rencana ku batal semua.
Aku ingat betul janji Verli yang akan mengajak ku menemui ibunya dihari itu. Sedikit heran memang dengan sikapnya seminggu terakhir sebelum peristiwa itu terjadi. Ia lebih perhatian dari biasanya. Sikapnya manis.
“ok. Jam berapa kira-kira kamu jemput aku?”
“ya nanti aku kasih kabar dech”
“kamu lagi apa sich yanq?”
“aku lagi tiduran.”
“haaah? Emang kamu mau jemput aku jam berapa sich? Ini hampir jam satu” aku mulai naik darah. Mau jam berapa lagi dia menjemputku, kalo jam satu siang saja dia masih berbaring santai di ranjang empuknya itu. Sedangkan aku dari tadi mondar-mandir merapikan baju dan make up q.
“Sayanq… Please. Sabar yaa, nanti aq kasi kabar. OK?”
aku benar-benar kesal. Segera ku stater scoopy ku.
“Uukh,.. tau gak sich? Verli tu bener-bener ngeselin…!” oceh ku ketika Mini membukakan pintunya setelah mendengar ucapan salam ku yg berulang-ulang.
“Please deh non, jangan marah-marah di sini ya. Aku bukan tempat pelampiasan tau?” Balas Mini dengan nada malas.
Aq langsung nyelonong kedalam kamarnya, dengan meraih bantal guling bergambar Hello Kity, q hempaskan tubuhku di atas spring bad Mini.
“Yaa ella… kamu tuh udah cantik, koq malah tiduran? Mau kemana si non?”
“Verli tuh ngeselin banget. Dia janji mau ngenalin aku ke nyokapnya. Tapi di ulur-ulur mulu’. Biasanya dia udah nongol dari jam 11 siang. Ini udah hampir jam 2 dia masih belum nongol. Dari tadi bilangnya mau ngabarin kalo dia udah siap jemput aku. Tapi mana…?”
“Mungkin masih ada yang harus disiapin sama nyokapnya. Secara mau ketemu calon mantua. Hihihi”
“Aku mau numpang mimpi disini”
“OK. Ayooo mama temeni bobok” ucap Mini menggoda ku.
Tut…Tut…Tut…
Segera ku raih hp ku yang sedari tadi ku selipkan di bawah bantal.
Sayang, Ntar malam aja ya aku jemput kamu. Mama baru pulang tuh
Diterima :
16:12:27
Hari ini
Dari
Chayanq q
Astaga, sudah jam empat lewat. Tapi dia malah membatalkan janji. Darah ku seakan-akan sudah berada di atas kepala. Air mata hampir tumpah karena menahan emosi.
“Mini sayang, aku pulang ya” kugoyang-goyangkan badan Mini berharap ia segera bangun untuk mendengar tangisanku
“eemmm.. Iya.. ati-ati yaa. aku ngantuk banget. See You sayang”
Ukh… Tega kamu Min. Aku lagi galau tau’? bangun dong… Pinta ku dalam hati
Dengan berat hati ku tinggalkan ruang 3X4 berwarna pink ini. Malas rasanya pulang kerumah. Mood ku bakal bertambah buruk. Apa lagi dengan ditemani foto-foto Verli.
Entah apa rencana Tuhan hari ini. baru saja aku melangkahkan kaki didalam istana ku, turun rintik hujan di iringi angin yang menusuk hingga kedalam tulang. Ini pertanda buruk fikirku. Semoga hanya fikirku. Semoga.
Benar saja. Hujan bertambah semakin deras. Fikiran dan perasaan ku semakin gak karuan. Verli masih tetap tak memberi kabar, padahal timer di layar hp ku sudah menunjukkan angka 19:19. Pasti hujan yang akan menjadi alasan utama saat ia menghubungi ku nanti.
tut…tut…tut… segera ku sambar hp ku setelah nada SMS berdering.
“Yanq, Hujan :(”
Apa kataku. HUJAN. Yaa Hujan, aku tau koq, gerutuku dalam hati. Aku terdiam sesaat memikirkan kata-kata yang akan ku ketik untuk balasan SMS menyebalkan itu. Terlalu banyak rasanya emosi yang akan aku sampaikan lewat layar mungil itu. hingga akhirnya kuputuskan untuk menelponnya saja.
“Hallo” Suara lembut penuh ketenangan khas Verli terdengar.
“Kamu tuh ya… jangan mainin perasaan aku donk!”
“Yanq, hujan. Kamu gak mungkin mau hujan-hujanan kan saat ketemu sama mama? Lagian aku takut kamu jadi sakit”
“Iya aku tau koq kalau sekarang hujan. Tapi itu kan salah kamu. Aku udah nungguin kamu dari tadi siang. Tapi kamu nunda-nunda mulu’. Kayaknya kamu emang sengaja dech…!”
“Yanq… tolong dong ngertiin aku. dikit aja”
“harus sampe kapan sih aku ngertiin kamu…? kamu tuh yang gak pernah bisa ngertiin aku..! Kamu emang gak niat kan mau ngenalin aku sama mama kamu?!”
“OK. OK. Aku yang salah, aku minta maaf”
“Bosen tau dengerin ucapan maaf dari mulut kamu. Selalu cuma itu yang kamu lakuin…!”
“Jadi aku harus gimana?”
“Terserah kamu dech maunya gimana. Aku ngikutin aja apa maunya kamu. Aku tau koq, mama kamu pasti gak setuju sama aku. makanya kamu nunda-nunda mulu dari tadi.”
“Yanq bukannya gi…”
“Kenapa gak bilang dari dulu aja kalo kenyataannya emank gitu. Pasti aku gak akan berharap banyak dari kamu dan mungkin sekarang aku udah ngelupain kamu.”
“Yanq, dengerin dulu. Aku bener-bener minta maaf. Aku gak tau kalo kenyataannya harus kayak gini. Kamu bener, mama aku gak bisa terima kamu. Tapi aku sayang kamu Ve…”
Padahal aku hanya asal berucap, tapi nyatanya itu benar. Air mataku sudah tak mampu ku bendung. Untuk meluapkan emosi dalam bentuk cacian pun aku sudah tak sanggup. Kata-kata itu hampir keluar tapi tertahan di kerongkongan ku.
“Ve… Pliss jangan nangis. Aku juga berat mau jalanin semua ini. Jujur, aku sayang banget sama kamu Ve…”
Aku tak menjawab apa-apa. Aku hanya mencoba menangkan hati ku.
“Ve… Veli… kita jalani hubungan ini sembunyi-sembunyi aja ya. Ve… Pliss jawab aku. Yanq…”
Ucapan lembut Verli malah membuat aku semakin sakit. Air mata yang hampir tertahan pun malah semakin leluasa mengalir.
“Ki… Ta.. Pu..Tuss.. I…ngat… Ver, Hu..kummm… Kar…ma pas…ti …ber…laku. En…tah… p…da a..na…kmu ke…lak a…ta…u pa…da a…dik..mu… Ba…la…sa…n pass..sti a…ka..n le..bih me…nya…kitkann” susah mati aku mencoba bersuara
“Yanq… Jangan putusin aku”
“Gak…!”
Tut…Tut…Tut…
Sambungan telphone langsung ku matikan. Kutumpahkan semua luka dalam sapu tangan biru hadiah ulang tahun pemberian Verli. Menggunakannya justru malah semakin membuat kenangan manis hari kemarin terukir jelas dalam bayangan mataku. Kini sapu tangan itu kulipat rapi di bagian dalam cover Binder ini.
Beruntung setelah kepergiannya, Allah mempertemukan aku dengan Dino. Lelaki sempurna yang akan menjadi ayah dari janin yang sedang ku jaga dalam rahimku. Kukira aku akan mati, depresi atau bahkan gila setelah berpisah dari Verli. Sekali lagi aku benar-beanar bersyukur. Mungkin jika kami masih menjalin hubungan, aku tak akan pernah menemukan imam terbaik seperti Dino.
Belakangan ku dengar adik perempuan Verli satu-satunya telah hamil tanpa tahu siapa ayah dari janin itu. Aku sempat menyesal pernah mengucap sumpah seperti itu. Mungkin ini bukti Tuhan, hukum karma pasti berlaku.
Cerpen Karangan: Aprilia Muntari
0 komentar:
Posting Komentar