Malam ini cuaca kurang mendukung hampir semua orang. Para tukang ojeg
sempat mengeluh, katanya malam ini penghasilan bisa dibawah standar,
tukang sayur pun yang sudah memadati pasar mengomel, ” Bukan saya tidak
yakin kepada Tuhan, tapi ini nich… kalau hujan seperti ini terus menerus
, pasar bukan main becek, baunya…welehh.. bau sekali…!” Dan semua
memang menganggap malam ini kurang beruntung, padahal dari sudut-sudut
pertokoan berkumpul orang-orang menonton televisi, rupanya ada
dangdutan!
Yang merasa paling tidak beruntung adalah Sonia,
seorang pekerja wanita di klab malam. Dia tidak masuk kerja malam itu,
bukan lantaran malas, karena bagi wanita yang telah ditinggal oleh kedua
orangtua nya itu bekerja adalah sebuah keharusan, bagaimana
adik-adiknya bisa sekolah jika dia tidak bekerja, atau mengikuti ajakan
si Nay, jalan-jalan pake motor semalaman. Dia sedang payah malam ini,
giginya sakit tiada ampun. Boleh dikata, musik sederhana semisal jazz
pun akan dianggapnya sebagai musik terjelek di alam semesta.
Ya,
dalam serba payah dan sakit ini, di sakunya dia sama sekali tidak
memiliki sepeser uang pun. si Nay sebenarnya pernah mengajak dia menikah
saja, daripada harus bekerja di kelab malam, khan yang dipertaruhkannya
pun sesuatu yang begitu berharga. Tapi ajakan nikah itu ditepis oleh
Sonia, dengan satu alasan, dia mau menjujurkan dulu adik-adiknya untuk
sekolah sampai ke perguruan tinggi. Nay pun pernah… malam-malam datang
ke rumahnya. Membawa sebuah kotak, isinya cincin mas kurang lebuh 1
gram, niatnya untuk meminang Sonia kembali mentah meskipun akhirnya
cincin itu masuk juga di jari manisnya, karena Sonia tetap kukuh bahwa
dirinya masih belum siap menikah dengan siapa pun.
Sambil
memegang pipi dan menahan rasa sakit itu, Sonia pun keluar. Hujan masih
merupakan pemandangan yang mencekamkan malam itu. Tanpa jas hujan dan
payung pun akhirnya dia memutuskan untuk pergi ke dokter gigi… giginya
memang harus diperiksa, meskipun tidak sepeser pun uang dia punya.
Air hujan memukul kepala Sonia yang tetap menyusuri jalan. para tukang
becak sedang asyik maen domino di kedai kopi Juan, ya… dari magrib
hingga pagi, begitulah para tukang becak menghabiskan malam, sambil main
domino kadang-kadang diselingi minum-minum, di kedai Juan sendiri
memang disediakan sebuah gitar dan gendang. Maka makin betah lah
orang-orang diam di sana.
” Becak neng!” Kata seorang tukang
becak usil. Para tukang becak yang lain sudah barang tentu bersiul-siul
kegirangan. Memang seperti itulah biasa mereka memperlakukan wanita,
apapun dilupakan oleh mereka, anak istri di rumah dianggapnya sebagai
barang pecah belah yang sudah layak masuk kotak atau gudang barang
bekas.
Sonia mempercepat langkah. Di persimpangan jalan dia
telah menentukan pilihan, tempat praktik dr. Sis lah yang akan dia
datangi.
” Dia khan seorang dokter ahli gigi, lagi pula aku bisa
ngutang dulu padnya… dia khan sering datang ke kelab dimana aku
bekerja…” Bisiknya.” Mudah-mudahan dia memahami keadaanku..!” Lanjutnya
meskipun gamang.
Tempat praktik dr Sis adalah sebuah rumah
dengan ukuran cukup besar. Di daerah itu hanya dua rumah saja yang
dikatakan mewah dan megah yaitu rumah dr Sis dan rumah haji Kusmin
tengkulak beras yang selalu ingin dipanggil wak haji oleh orang-orang.
Sonia tanpa sungkan masuk ke rumah itu. Seorang wanita cantik sebaya
dengan dirinya bertanya,
” Ada yang bisa saya bantu ..?”
” Saya mau periksa gigi!”
” O.. silahkan daftar dulu ke loket sebelah sana!”
Tanpa menunggu disuruh dua kali Sonia pun bergegas menuju ke arah dimana loket pendaftaran..”
Dan omong punya omong, Sonia tidak bisa diperiksa giginya karena tidak
bisa membayar uang pendaftaran. Meskipun demikian, dia tetap duduk di
tempat praktik dr. Sis, dia yakin…. jika saja dokter keluar dari
ruangannya, dia akan menyapa dirinya dan bertanya tentang keberadaannya
di sana. Para pasien melihat dengan iba tanpa bisa berbuat apa-apa
terhadap dirinya. Air mata pun di zaman ini dianggap sebagai hal biasa,
bahkan selalu saja disandingkan dengan air mata pura-pura walaupun itu
keluar dari lubuk hari seorang wanita dengan suara ikhlas dari dalam
hatinya. Kesannya… hidup ini memang payah dan harus serba dibeli!
Pukul sepuluh, dr Sis keluar dari ruangannya. Dia menatap Sonia, Bukan
main sumringah sekali dia melihat dokter muda itu melirik dan tersenyum
pada dirinya.
” Siapa wanita ini!??” Tanya dokter kepada petugasnya.
Si Petugas berbisik kepada dokter.
” Ahhh… kau rupanya…!” Tiba-tiba suara itu memecah..” Kau si pekerja di
kelab malam itu ya… yang minggu kemarin membrikan segelas minuman
kepadaku?” Teriak dokter.” Jangan sungkan-sungkan ayo…ayo masuk ke
ruanganku… mau cabut gigi khan?”
Sonia pun bergegas mengikuti langkah dokter.
” Duduk…!” Suruh dokter, ” sebaiknya jangan dicabut… kalau masih sakit
biar aku periksa saja…buka mulutmu…!” dan akhirnya…” Selesai!! jangan
banyak makan-makanan manis…!”
” Ya, dok!” Sonia mengangguk..”
Terima kasih, dok!” Dan Sonia melangkah..namun di depan pintu langkahnya
terhenti, tiba-tiba dokter Sis berkatan.
” Untuk pemeriksaan gigi tadi kamu tidak akan membayarku, ya?”
Mata Sonia berkaca-kaca… dia lihat dalam-dalam dokter muda itu… dan dikeluarkannya cincin pemberian Nay dari jari manisnya.
” Nah… sudah saatnya..kamu membayar hasil kerjaku, khan?” Kata dokter terus memburu.
” Ini cukup, dok!” kata Sonia setengah terpaksa.
” Hmm… oke lah… ambil saja kembaliannya di loket pembayaran sana..!”
Dan malam itu memang malam paling payah bagi semua orang. Hujan tidak pernah mau berhenti sampai subuh menjelang.
======#####=====
Kelab
Malam di mana Sonia bekerja telah ramai. Padahal malam masih mentah.
Dari kejauhan dia melihat dr Sis berjalan menuju ke arahnya. Musik pun
memekakan telinga, tapi orang yang ada disana berbincang biasa-biasa
saja seperti tidak terusik oleh hentakan suara musik.
”
Ahaa…. kamu wanita yang tempo hari diperiksa gigi itu ya?” Tanya dr
Sis. ” Berikan aku segelas Vodka dingin!… dan… seperti minggu lalu ya,
ada diskon khusus untuk seorang dokter!”
Tanpa banyak kata Sonia pun melayani dr Sis. Memberikan segelas Vodka dingin kepadanya.
Selang satu jam… dr Sis berteriak…” Weyy… ini uangnya!”
” Kurang, dok!” Kata Sonia.
” Kurang???” dokter heran.
” Dokter tidak akan membayar pelayanan saya kepada anda ya?” Tanya Sonia.
” lho… khan ada diskon katanya?”
” Ya… itu untuk minggu kemarin… tapi malam ini jerih payah saya melayani anda tetap harus di bayar!”
”
Hhhh…. tidak ada yang gratis di kota ini! Rupanya besok lusa aku harus
pindah rumah!” Gumam sang dokter ketus sambil memberikan uang kepada
Sonia…
” Ini kembaliannya, dok!” Sonia memberikan sekeping uang lima ratus rupiah.
Dokter
terima, lalu uang receh itu masuk ke dalam saku celana jeannya. ”
Lumayan… untuk bayar parkir mobil!!” Bisiknya, ” Puihhh… tidak ada yang
gratis di kota ini rupanya!!!
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar