Translate

sekarah dan perkembangan drama di dunia

Written By iqbal_editing on Kamis, 01 September 2016 | 05.29

1.    Drama Zaman Yunani
Seperti dibicarakan pada bagian awal, bahwa drama berasal dari zaman Yunani Kuno. Titik tolak dari pandangan ini bermula dari kegiatan upacara ritual yang dilakukan oleh masyarakat Yunani dalam menghormati keberadaan dewa sebagai penguasa bumi sekitar tahun 600 SM. Dalam upacara-upacara keagamaan tersebut mereka mengadakan festival tarian dan nyanyian hingga melahirkan dramawan masyhur bernama Thespis.
Tokoh Yunani lainnya yang terkenal dalam dunia drama adalah Plato, Aristoteles, dan Sophocles. Dengan cara pandangnya yang berbeda, ketiga tokoh ini berperan penting dalam meletakkan dasar-dasar dramaturgi yang dikenal sekarang. Plato yang terkenal dengan karyanya The Republic memandang seni sebagai mimetik atau tiruan dari kehidupan jasmaniah manusia. Aristoteles berpendapat berbeda, dia memandang karya seni bukan hanya sebagai imitasi kehidupan fisik belaka tetapi harus juga dipandang sebagai karya yang mengandung kebajikan dalam diri karya itu sendiri.
Berbeda dengan Plato dan Aristoteles, Sophocles (496-406 SM.) memandang seni sebagai pelukisan manusia seperti seharusnya manusia. Drama-dramanya tidak mempersoalkan kejahatan dan hukumannya secara abstrak. Sedangkan pola drama yang digunakan selalu memunculkan tokoh berkepribadian kuat yang memilih jalan hidup meski berat dan sulit hingga membuatnya menderita. Beberapa karya dramanya yang terkenal yaitu Ayax, Antigone, Wanita-wanita Trachia, Oidipus Sang Raja, Electra, Philoctetes, dan oidipus di Kolonus. Beberapa tokoh drama Yunani lainnya adalah Aeschylus (525-SM.), Euripideus (484-406 SM), Aristophanes (448-380 SM), dan Manander (349-291 SM.). 
Lakon- lakon drama yang terkenal di Yunani umumnya seputar kisah tragedi dan komedi. Drama tragedi cenderung menyajikan kisah yang membuat penonton tegang, takut, dan kasihan. Tokoh drama yang terkenal dalam drama tragedi zaman Yunani Kuno adalah Aeskill (525-456 SM) dengan karyanya yang terkenal seperti Trilogi Oresteia, Orang-orang Persia, Prometheus dibelenggu, dan  Para Pemohon, Sophokles (496-406 SM) dengan karyanya yang terkenal seperti; Trilogi Oidipus, Ajax, Wanita-wanita Trachia, dan  Electra, juga Euripides (484-406 SM) dengan karyanya yang terkenal seperti; Hercules, Medea, Wanita-wanita Troya, dan Cyclop.

Drama komedi biasanya menyajikan kisah yang lucu, kasar dan sering mengeritik tokoh terkenal pada waktu itu. Tokoh drama yang terkenal dalam drama komedi zaman Yunani Kuno adalah Aristhipanes (445-385 SM) dengan karyanya yang terkenal seperti Para Perwira, Lysistrata, dan Burung-burung, dan Menander (349-291 SM) dengan karyanya yang terkenal yaitu Rasa Dongkol. Selain dua jenis drama tersebut, drama zaman Yunani mengenal juga drama satyr, yaitu bentuk drama yang berupa komedi ringan dan pendek. Unsur humor yang disajikan merupakan parodi terhadap mitologi. Karya satyre Yunani Kuno yang diketahui hanya Cyclop karya Euripides.
Semua lakon yang sudah ditulis dalam bentuk naskah drama ini dipentaskan di panggung terbuka yang berada di ketinggian. Panggung tersebut berada di tengah-tengah yang dikelilingi oleh tempat duduk penonton yang melingkari bukit. Gedung pementasan drama yang terkenal di Athena pada saat itu adalah Teater Dionysius di samping bawah bukit Acropolis, pusat kuil kota Athena yang dapat menampung 14.000 penonton.
Dalam prosesnya, pementasan drama di Yunani seluruhnya dimainkan pria. Bahkan peran wanitanya dimainkan pria dan memakai topeng. Hal ini disebabkan karena setiap pemain memerankan lebih dari satu tokoh. Selain pemeran utama juga ada pemain khusus untuk kelompok koor (penyanyi), penari, dan narator (pemain yang menceritakan jalannya pertunjukan).
2.    Drama Zaman Romawi
Pada zaman Romawi, drama mulai dipentaskan pada tahun 240 SM di kota Roma oleh seniman Yunani yang bernama Livius Andronicus. Bentuk yang dipentaskan pada saat itu adalah drama tragedi. Penulis drama tragedi lainnya yang terkenal adalah Lucius Annaeus Seneca. Selain bentuk tragedi, drama zaman Romawi juga mementaskan bentuk komedi meskipun dalam penyajiannya banyak mencontoh dan mengembangkan komedi baru Yunani. Penulis drama tragedi zaman Romawi yang terkenal adalah Terence dan Plautus.
Karena merupakan hasil adaptasi dari drama Yunani, maka dalam konsep pertunjukkan drama Romawi juga terdapat konsep pertunjukkan drama Yunani. Meski demikian, drama zaman Romawi memiliki kebaruan-kebaruan  dalam penggarapan dan penikmatan yang asli dimiliki oleh masyarakat Romawi dengan ciri-ciri sebagi berikut :
1.      Koor tidak lagi berfungsi mengisi setiap adegan.
2.      Musik menjadi pelengkap seluruh adegan. Tidak hanya menjadi tema cerita tetapi juga menjadi ilustrasi cerita.
3.      Tema berkisar pada masalah hidup kesenjangan golongan menengah.
4.      Karekteristik tokoh tergantung kelas yaitu orang tua yang bermasalah dengan anak-anaknya atau kekayaan, anak muda yang melawan kekuasaan orang tua dan lain sebagainya.
5.      Seluruh adegan terjadi di rumah,  di jalan dan di halaman.
Dalam sejarahnya, drama zaman Romawi menjadi penting karena pengaruhnya pada zaman Renaisance. Banyak penulis Renaisance yang mempelajari drama-drama Yunani lewat saduran-saduran Romawinya, misalnya dramawan William Shakespeare. Namun secara perlahan, drama Romawi mengalami kemunduran setelah bentuk Republik diganti  dengan kekaisaran tahun 27 Sebelum Masehi. Drama Romawi kemudian tidak muncul lagi setelah terjadi penyerangan bangsa-bangsa Barbar serta  munculnya kekuasaan gereja. Pertunjukan drama terakhir yang diselenggarakan di Roma terjadi tahun 533 M.
3.    Drama Abad Pertengahan
Drama abad pertengahan berkembang antara tahun 900 – 1500 M dengan mendapat pengaruh dari Gereja Katolik. Dalam pementasannya terdapat nyanyian yang dilagukan oleh para rahib dan diselingi dengan koor. Kemudian ada pagelaran ‘pasio’ seperti yang sering dilaksanakan di gereja menjelang upacara Paskah sampai saat ini. Lakon yang dimainkan mula-mula peristiwa kenaikan Yesus ke surga, sekitar cerita Natal, cerita-cerita dari bible, hingga lakon tentang para orang suci (santo-santo).
Ketika gereja tidak memperbolehkan mementaskan drama di dalam gereja, maka drama kemudian dipentaskan di jalan- jalan dan di lapangan. Hal ini berpengaruh pada perubahan tema lakon yang lebih cenderung tentang kebajikan, kekayaan, kemiskinan, pengetahuan, kebodohan, dan sebagainya. Pementasan drama seperti ini disebut drama moral, karena mengajarkan adanya pertarungan abadi antara kejahatan dengan kebaikan dalam hati manusia. Di tengah pementasan, biasanya dimasukkan unsur badut untuk memancing tawa penonton karena jenuh menyaksikan pementasan yang berjalan lamban. Ketika muncul reformasi sekitar tahun 1600 M, perkembangan drama abad pertengahan mengalami kemunduran hingga lenyap sama sekali.
Ciri-ciri  teater abad Pertengahan adalah sebagai berikut:
a)        Dimainkan oleh aktor-aktor yang belajar di universitas sehingga dikaitkan dengan masalah filsafat dan agama.
b)        Aktor bermain di panggung di atas kereta yang bisa dibawa berkeliling  menyusuri jalanan.
c)        Dekor panggung bersifat sederhana dan simbolis.
d)       Lirik-lirik dialog drama menggunakan dialek atau bahasa.
e)        Dimainkan di tempat umum dengan memungut bayaran.
f)         Tidak memiliki nama pengarang secara pasti untuk lakon yang dipentaskannya.
4.    Drama Zaman Italia
Selama abad ke-17, Italia berusaha mempertahankan bentuk Commedia dell’arte yang bersumber dari komedi Yunani. Pada tahun 1575 bentuk ini sudah populer di Italia. Kemudian menyebar luas di Eropa dan mempengaruhi semua bentuk komedi yang diciptakan pada tahun 1600. Ciri Khas Commedia Dell’arte adalah:
a)        Menggunakan naskah lakon yang berisi garis besar cerita.
b)        Para pemain dibebaskan berimprovisasi mengikuti jalannya cerita  dan dituntut memilikik pengetahuan luas yang dapat mendukung permainan  improvisasinya.
c)        Cerita yang dimainkan bersumber pada cerita yang diceritakan secara turun menurun.
d)       Cerita terdiri dari tiga babak didahului prolog panjang.
e)        Plot cerita berlangsung dalam suasana adegan lucu.
f)         Peristiwa  cerita berlangsung dan berpindah secara cepat .
g)        Terdapat  tiga tokoh  yang selalu muncul, yaitu tokoh penguasa, tokoh penggoda, dan tokoh pembantu.
h)        Tempat pertunjukannya di lapangan kota dan panggung-panggung sederhana.
i)          Setting panggung sederhana yaitu; rumah, jalan, dan lapangan.
Para penulis naskah komedi terkenal pada masa itu adalah Carlo Goldoni, dengan karya-karyanya seperti: Hamba Dua Majikan (1745), Keluarga Pedagang Antik (1750), Si Pendusta (1750), Nyonya Sebuah Penginapan (1753); dan Carlo Gozzi, dengan karya-karyanya yang banyak mengambil tokoh-tokoh dongeng dan fantasi. Commedia dell’arte mulai merosot dan tidak populer di Italia pada akhir abad ke-18. Sedang dalam tragedi, penulis Italia yang menonjol pada abad itu adalah Vittorio Alfieri dengan karyanya yang terkenal yaitu Saul (1784) dan Mirra (1786).
5.    Drama Zaman Elizabeth
Pada awal pemerintahan Ratu Elizabeth I di Inggris (1558-1603), drama berkembang dengan sangat pesatnya. Gedung-gedung pementasan besar bermunculan mengikuti gedung pemntasan yang telah lebih dulu diangun atas prakarsa sang ratu. Salah satu gedung pementasan terbesar yang disebut Globe, bisa menampung 3.000 penonton. Globe mementaskan drama-drama karya William Shakespeare, penulis drama terkenal dari inggris yang hidup dari tahun 1564 sampai tahun1616. Ciri-ciri teater zaman Elizabeth adalah:
a)        Menggunakan naskah lakon yang dilaognya cenderung berbentuk puitis dan panjang-panjang.
b)        Penyusunan naskah lebih bebas , tidak mengikuti hukum yang sudah ada.
c)        Pertunjukan dilaksanakan siang hari dan tidak mengenal waktu istirahat.
d)       Tempat adegan ditandai dengan ucapan yang disampaikan dalam dialog para tokoh.
e)        Tokoh wanita dimainkan oleh pemain anak-anak laki-laki, bukan pemain wanita.
f)         Penontonnya berbagai lapisan masyarakat dan diramaikan oleh penjual makanan dan minuman.
g)        Corak pertunjukannya merupakan perpaduan antara teater keliling dengan teater sekolah dan akademi yang keklasik-klasikan.
Dramawan paling terkenal pada zaman ini adalah William Shakespeare (1546-1616). Selain Romeo dan Juliet, Shakespeare juga menulis beberapa naskah drama lainnya seperti The Comedy of Error, A Midsummer Night’s Dream, The Merchant of Venice, Julius Caesar, Hamlet, Macbeth, King Lear, Richard II, Richard III, Hnery V, dan sebagainya. Di Indonesia, beberapa naskah drama karya Shakespeare diterjemahkan oleh Trisno Sumardjo, Muh. Yamin, dan Rendra. Dramawan lainnya setelah Shakespeaer adalah Thomas Dekker, Thomas Heywood, John Marston, Thomas Middleton, dan Christopher Marlowe.
Kegiatan drama di Inggris sempat mengalami kemunduran ketika kaum Puritan yang berkuasa menutup dan melarang segala bentuk kegiatan pementasan drama. Namun setelah Charles II berkuasa kembali, ia menghidupkan kembali kegiatan drama. Fase ini disebut zaman restorasi. Adapun ciri- ciri teater pada zaman restorasi adalah:
a)        Tema cerita bersifat umum dan penonton sudah mengenalnya.
b)        Tokoh wanita diperankan oleh Pemain wanita.
c)        Penonton tidak lagi semua lapisan masyarakat, tetapi hanya kaum menengah dan kaum atasan.
d)       Gedung teater  mencontoh gaya Italia.
e)        Pementasan diselenggarakan di  gedung  proscenium diperluas dengan menambah area yang disebut apron sehingga terjadi komunikasi yang intim antara pemain dan penonton.
f)         Setting panggung bergambar perspektif dan  lebih bercorak umum, misalnya taman atau istana.

0 komentar:

Posting Komentar

 
berita unik